Langsung ke konten utama

contoh makalah “perkembangan ekonomi di kota Bau-Bau”

 
BAB 1
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Selama hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional. Para ekonom dan politisi dari semua negara, baik negara-negara kaya maupun miskin, yang menganut sistem kapitalis, sosialis maupun campuran, semuanya sangat mendambakan dan menomorsatukan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pada setiap akhir tahun, masing-masing negara selalu mengumpulkan data-data statistiknya yang berkenaan dengan tingkat pertumbuhan GNP relatifnya, dan dengan penuh harap mereka menantikan munculnya angka-angka pertumbuhan yang membesarkan hati. “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi semua negara di dunia dewasa ini. Seperti kita telah ketahui, berhasil-tidaknya program-program pembangunan. di negara-negara dunia ketiga sering dinilai berdasarkan tinggi-rendahnya tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional.
Mengingat konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur penilaian pertumbuhan ekonomi nasional sudah terlanjur diyakini serta diterapkan secara luas, maka kita tidak boleh ketinggalan dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari hakekat dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.

B.      Perumusan Masalah

Beradasarkan latar belakang di atas, ternyata memang beda antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan ekonomi. Hal yang akan dibahas di sini adalah apa sajakah yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kota Bau-bau dan indicator keberhasilan pembangunan kota Bau-bau.



BAB II
PEMBAHASAN
Ekonomi Kota Bau-Bau

A.     PROFIL KOTA BAU-BAU
Secara geografis Kota Bau-Bau terletak di bagian Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dengan posisi koordinat sekitar 0,5015’ hingga 050 32’ Lintang Selatan dan 122046, Bujur Timur. Kota Bau-Bau berada di Pulau Buton, dan tepat terletak di Selat Buton dengan Pelabuhan Utama menghadap Utara. Di kawasan selat inilah aktivitas lalu lintas perairan baik nasional, regional maupun lokal sangat intensif.
Secara fisik, Kota Bau-Bau terletak di Pulau Buton, tepatnya di Selat Buton yang mempunyai aktivitas kelautan yang sangat tinggi batas-batas administrasi, Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batauga Kabupaten Buton dan Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Buton.
Luas wilayah daratannya sekitar 221,00 km2 yang tersebar dalam 4 kecamatan dan 38 kelurahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Bau-Bau. Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan dinamika pemerintah dan pembangunan, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Kokalukuna dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Murhum, wilayah Kota Bau-Bau dibagi menjadi 6 wilayah kecamatan yaitu :
1.
Kecamatan Wolio terdiri atas 7 kelurahan yang meliputi Kelurahan Bataraguru, Tomba, Wale, Batulo, Wangkanapi, Kadolokatapi dan Bukit Wolio Indah.
2.
Kecamatan Betoambari terdiri atas 5 kelurahan yang meliputi Sulaa, Waborobo, Lipu, Katobengke dan Labalawa.
3.
Kecamatan Bungi terdiri atas 8 kelurahan yang meliputi Kelurahan Lowu-Lowu, Kolese, Kalia-lia, Ngkaring-Ngkari, Kampeonaho, Liabuku, Waliabuku dan Palabusa.
4.
Kecamatan Sorawolio terdiri atas 4 kelurahan yang meliputi Kelurahan Kaisabu Baru, Karya Baru, Bugi, dan Gonda Baru.
5.
Kecamatan Murhum terdiri atas 11 kelurahan yang meliputi Kelurahan Baadia, Melai, Wajo, Lamangga, Tanganapada, Bone-Bone, Tarafu, Wameo, Kaobula, Lanto dan Nganganaumala.
6.
Kecamatan Kokalukuna terdiri atas 6 kelurahan yang meliputi Kelurahan Waruruma, Lakologou, Liwuto, Sukanaeyo, Kadolomoko dan Kadolo.

Karakteristik Wilayah Kota Bau-Bau untuk wilayah utara cenderung subur dan bisa dimanfaatkan sebagai wilayah pengembangan pertanian dalam arti luas, yaitu meliputi wilayah Kecamatan Bungi, Sorawolio, sebagian Kecamatan Wolio dan Betoambari. Wilayah selatan cenderung kurang subur diperuntukan bagi pengembangan perumahan dan fasilitas pemerintahan. Sementara wilayah pesisir untuk pengembangan sosial ekonomi masyarakat.

Keadaan iklim Kota Bau-Bau pada umumnya hampir sama dengan wilayah lain di Sulawesi yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan suhu udara berkisar 200 C - 330 C. Musim hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember dan Maret, dimana angin barat yang bertiup dari Asia dan Samudra Pasifik mengandung banyak uap air. Sementara musim kemarau terjadi mulai bulan Mei sampai bulan Oktober, dimana angin timur yang bertiup dari Australia kurang mengandung uap air.
Kota Bau-Bau adalah daerah penghubung (Connecting Area) antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Selain itu bagi masyarakat daerah hinterlandnya (Kab. Buton, Kabupaten Muna, Kab. Wakatobi dan Kab. Bombana), Kota Bau-Bau berperan sebagai daerah akumulator hasil produksi dan distributor kebutuhan daerah tersebut. Terbentuknya Kota Bau-Bau secara otonom dan mandiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 merupakan peluang sekaligus tantangan didalam mengisi pembangunan daerah sebagaimana tuntutan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan kewenangan Otonomi Daerah dimaksud, Pemerintah Kota Bau-Bau dituntut untuk meningkatkan kemandirian melalui prakarsa dan inisiatif didalam menggali potensi sumberdaya yang tersedia untuk sebesar- sebesarnya dikelola dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan seluruh masyarakat Kota Bau-Bau. Oleh sebab itu untuk memberikan informasi dan layanan secara mudah dan cepat maka aplikasi teknologi informasi dalam bentuk WEBSITE Pemerintah Kota Bau-Bau diluncurkan.
B.      Sektor Pendukung Perkembangan Ekonomi Kota Bau-Bau
1.      perdagangan
Kegiatan perdagangan yang berlangsung di Kota Bau-Bau mencakup perdagangan berskala lokal dan regional. Komoditas yang diperdagangkan dalam skala lokal mencakup kebutuhan barang primer, sekunder dan tersier atau campuran. Barang yang diperdagangkan dalam skala regional atau nasional bervariasi mulai dari hasil tangkapan ikan laut, perkebunan dan lainnya. Untuk perdagangan skala regional dan nasional Kota Bau-Bau berhubungan dengan Surabaya, Jakarta, Makassar, Irian jaya dan sebagian ke Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Kalimantan dan wilayah-wilayah lainnya.


Volume & Nilai Perdagangan antar Pulau menurut Hasil Bumi & Laut Tahun 2009 :
Hasil Bumi & Laut
Satuan
Volume
Nilai (Rp.)
Tanaman Pangan
Ton
10,3
33.600.000
Perkebunan
Ton
7.474,882
46.309.663.964
Peternakan
Ton
3,343
17.170.000
Perikanan
Ton
4.664,137
37.383.969.341
Hasil Hutan
Ton
223,119
7.406.066.000
Industri
Buah
127,27
21.484.750.000
Lainnya
-
-
-
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Bau-Bau (2010), Kota Bau-Bau dalam Angka 2010
Volume perdagangan antar pulau dari hasil bumi dan laut yang terakumulasi di Kota Bau-Bau sebanyak 12.503,14 Ton dengan nilai Rp 135.679.174.305 perdagangan antar pulau hasil perikanan, dimana total volume perdagangan pada tahun 2009 sebesar 4.664,137 ton dan 10.300 biji dengan nilai sebesar Rp.47.589.969.341 Hasil perikanan terbesar yang diperdagangkan adalah agar-agar dengan nilai sebesar Rp. 25.630.359.375  dengan volume mencapai 2.733,905 ton kemudian Ikan Tei Biasa dengan nilai Rp. 2.792.700  dengan volume 279,27 Ton menyusul ikan teri masak dengan nilai sebesar 2.457.500 rupiah dengan volume mencapai 122,875 ton. Sedangkan nilai hasil perikanan yang terkecil yaitu ikan bobara dengan nilai 1.225 ribu rupiah dengan volume mencapai 0,49 ton
Sedangkan volume perdagangan dari hasil perkebunan pada tahun 2009 mencapai 7.474,882 ton dengan nilai 46.309.663.964 rupiah, komoditas hasil perkebunan yang paling menonjol pada tahun2009 adalah kopra dan mete gelondongan yang mencapai masing-masing 5.179,444 ton dan 1.430,145 ton,dengan masing - masing nilai sebesar 17.869.081.800 dan 11.097.925.200, Sementara itu, komoditi tanaman dengan nilai perdagangan terkecil yaitu asam dengan volume mencapai 0,4 ton dengan nilai 4.800.000 rupiah.
Secara umum perdagangan di wilayah Kota Bau-Bau sampai dengan tahun 2009 sudah mencakup seluruh jenis dan tingkatan dengan pola sebaran yang hampir mencakup seluruh wilayah desa/kelurahan. Jenis fasilitas perdagangan skala pelayanan lingkungan yaitu warung/kios sudah mencakup seluruh wilayah desa/kelurahan di wilayah Kota Bau-Bau. Untuk fasilitas perdagangan skala kota dan regional hanya terdapat 4 unit pasar umum dan 1 unit plaza. Fasilitas perdagangan lainnya yang menunjang kegiatan perdagangan maupun perekonomian di wilayah Kota Bau-Bau yaitu rumah makan yang seluruhnya berjumlah 84 unit dan pasar tradisional sebanyak 10 unit. Volume Bongkar Muat Peti Kemas di Pelabuhan Murhum Tahun 2007 :
Bulan
Call
GRT
Bongkar
Muat
Teus
Ton
Peningkatan
Teus
Ton
Peningkatan
Januari - Maret
12
56.670
431
6.947
57 %
173
1.561
525%
Oktober - Desember
14
66.586
669
10.933,5
645
9.757
Total
54
231.832
2.190
32.960,6
122
17.738
Sumber Data : Dishub Kota Bau-Bau (2008).
Jumlah kapal, arus bongkar muat dan aliran penumpang di Pelabuhan Jembatan Batu walaupun volumenya tidak sebesar di Pelabuhan Murhum, juga memberikan kontribusi yang cukup besar. Pelabuhan jembatan batu merupakan pelabuhan rakyat yang dikelola oleh pemerintah kota, saat ini juga memberikan kontribusi pada keberlangsungan perekonomian kota. Pada tahun 2007 volume muat barang pada pelabuhan jembatan batu sebesar 4.697 Ton dan volume bongkar barang sebesar 5.068 Ton. Pelabuhan jembatan batu melayani kapal barang dan penumpang antar pulau di wilayah kepulauan Sulawesi Tenggara diantaranya Kasipute, Kabaena, Talaga, Poleang (Kab. Bombana), Ereke (Kab. Buton Utara), Gu, Lakudo, Mawasangka, Kadatua, Soimpu (Kab. Buton), Wanci, Binongko, Kaledupa (Kab. Wakatobi) dan wilayah kepulauan disekitarnya yang mana Kota Bau-Bau menjadi pusat akumulasi barang-barang antar pulau yang dihasilkan dari wilayah belakangnya (hinterland) untuk kemudian di distribusikan kembali dan begitu pula sebaliknya.
2.      Pertanian, Perkebunan, dan Perternakan
            Sesuai dengan peruntukan, Kota Bau – Bau pada tahu 2008 memiliki lahan sawah seluas 1.157 Ha, pekarangan (1.665 Ha), tegal/ kebun (3.714 Ha), ladang/huma (1.303 Ha), padang rumput (463 Ha), Hutan negara (9..575 Ha), perkebunann  (1.95760 Ha), rawa (37 Ha), tambak (71 Ha), kolam/tebet/empang (71 Ha), dan lahan lainnya 9805 Ha).Terdapat dua wilayah kecamatan yang masih mengadalkan potensi di bidang perkebunan, yaitu Kecamatan Bungi dan Sorawolio. Pada tahun 2008 sebayak 241,41 ton, Pala (0,31 ton), Jambu Mente (83,4 ton), Coklat (99,7 ton), Enau (2 ton), Asam Jawa (18 ton) dan Pinang (10 ton). Sementara jumlah populasi ternak besar dan kecil pada tahun 2008 meliputi sapi (1.948 ekor), kambing (1.522 ekor), dan babi (1.690 ekor). Sedangkan untuk ternak unggas, terdiri dari ayam kampung (129,517 ekor), ayam ras (153,600 ekor), dan itik/bebek 5,711 ekor).
Kota Bau-Bau memiliki dua wilayah kecamatan yang masih mengandalkan potensi di bidang pertanian yaitu Kecamatan Bungi dan Kecamatan Sorawolio. Tanaman padi sawah pada tahun 2009 memiliki luas panen 2.040 Ha dengan hasil produksi sebesar 10.274,56 Ton, pada Kecamatan Sorawolio dengan luas panen sebesar 184 Ha yang mencapai produksi sebesar 883,20 Ton, kemudian Kecamatan Bungi dengan luas panen 1.856 Ha yang mencapai hasil produksi sebesar 9.391,36 ton. Bila dibandingkan dengan tahun 2008 maka produksi padi sawah pada tahun 2009 terjadi kenaikan sebesar 4,72%, dimana pada tahun 2008 produksi padi sawah sebanyak 9.811,51 Ton sedangkan tahun 2009 mencapai 10.274,56Ton.
Akan tetapi untuk tanaman padi ladang terkosentrasi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Murhum dengan luas panen terkecil 3 Ha yang mencapai hasil produksi sebesar 10,86 Ton, kemudian Kecamatan Wolio dengan luas panen 10 Ha yang mencapai hasil produksi sebesar 36,30 Ton, Kecamatan Sorawolio dengan luas panen terbesar yaitu sebesar 528 Ha mampu mencapai hasil produksi sebesar 1.927,20 Ton, selanjutnya Kecamatan Bungi dengan luas panen 21 Ha serta mencapai hasil produksi sebesar 76,23 Ton . Bila dibandingkan dengan tahun 2008 dimana produksi padai ladang mencapai 2.419,53 Ton sedangkan pada tahun 2009 mencapai 2.050,59  Ton maka terjadi peningkatan produksi sebesar 15,25%.
Luas Penggunaan Tanah di Kota Bau-Bau menurut Kecamatan Tahun 2009 (Ha) :
Penggunaan Tanah
Betoambari
Murhum
Wolio
Kokalukuna
Sorawolio
Bungi
Lea - Lea
Tanah sawah
-
-
-
-
100
987
60
Bangunan & halaman
132
432
709
137
250
69
386
Tegal / Kebun
370
91
486
454
1.025
320
256
Ladang / Huma
45
-
345
228
344
215
116
Padang rumput
368
56
-
-
-
42
28
Rawa yg tidak ditanami
-
-
11
11
1
10
15
Tambak, kolam, tebat & empang
-
-
-
7
1
35
24
Lahan yg sementara diusahakan
-
-
-
-
200
54
227
Lahan tanaman kayu-kayuan
-
-
-
-
300
513
171
Hutan negara
1.225
10
-
-
5.860
1.787
97
Perkebunan
178
56
184
107
150
703
578
Lainnya
441
-
-
-
94
36
55
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Bau-Bau (2010), Kota Bau-Bau dalam Angka 2010.

Luas Panen, Hasil perhektar dan Produksi Tanaman Bahan Makanan Tahun 2004-2009: 
Jenis Tanaman
2005
2006
2007
2008
2009
Luas Panen (Ha) :





Padi sawah
1.697
1.773
1.860
1.951
2.040
Padi ladang
452
389
650
706
562
Jagung
372
629
578
287
277
Ubi kayu
130
278
146
172
203
Ubi Jalar
39
58
30
48
43
Kacang tanah
15
15
45
15
14
Kacang kedelai
-
5
64
3
9
Kacang hijau
19
28
5
9
4






Hasil / Hektar (Ku/Ha) :





Padi sawah
4,80
4,90
4,90
4,93
4,93
Padi ladang
3,62
3,62
3,62
3,63
3,64
Jagung
2,20
2,20
2,20
2,22
2,21
Ubi kayu
9,61
9,62
9,62
9,62
9,62
Ubi Jalar
6,17
6,17
6,17
6,18
6,18
Kacang tanah
0,90
0,90
0,90
1,00
1,05
Kacang kedelai
-
-
1,00
1,00
1,00
Kacang hijau
-
1,55
0,90
0,95
0,95






Produksi (Ton) :





Padi sawah
8.146,00
9.751,00
9.281,00
9.811,51
10.274,56
Padi ladang
1.636,00
1.413,00
2.362,12
2.419,53
2.050,59
Jagung
818,00
1.212,00
1.170,90
640,53
363,00
Ubi kayu
1.249,00
2.241,00
1.149,12
1.531,26
1.957,28
Ubi Jalar
241,00
354,00
143,49
259,98
265,93
Kacang tanah
14,00
14,00
15,28
16,20
16,20
Kacang kedelai
-
5,00
65,50
3,00
9,00
Kacang hijau
17,00
20,00
4,50
7,70
3,80
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Bau-Bau (2010), Kota Bau-Bau dalam Angka 2010, diolah.
Hasil produksi sayur-sayuran yang panen berkali-kali pada tahun 2009 masih didominasi oleh Tanaman Tomat dengan 138 kuintal . Hasil - Hasil sayuran lainnya yang juga cukup tinggi adalah kangkung, kacang panjang, cabe, terung dan buncis, masing - masing dengan hasil produksi sebesar 1.266 kuintal, 50239,25 kuintal, 68 kuintal, 58 kuintal dan 14 kuintal. Produksi Sayur-Sayuran menurut Jenis dan Kecamatan Tahun 2009 (kuintal) :
Jenis
Betoambari
Murhum
Wolio
Kokalukuna
Sorawolio
Bungi
Lea - Lea
Dipanen Berkali-Kali







Kacang Panjang
1
0,5
-
-
150
87,75
-
Cabe
-
3
-
-
50
15
-
Tomat
1
6
-
-
-
131
-
Terung
-
8
-
-
-
50
-
Kangkung
-
6
-
-
-
1.260
-
Bayam
-
-
-
-
2
195
-
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Bau-Bau (2010), Kota Bau-Bau dalam Angka 2010
Hasil produksi buah-buahan yang paling menonjol pada tahun 2009 adalah buah nangka sebesar 18.821 kuintal dan sukun denganhasil produksi sebesar 9.529 kuintal. Sedangkan buah-buahan yang kecil produksinya adalah buah salak sebesar 6 kuintal. Produksi Buah-Buahan menurut Jenis dan Kecamatan Tahun 2009 (kuintal) :
Jenis
Betoambari
Murhum
Wolio
Kokalukuna
Sorawolio
Bungi
Lea - Lea
Alpukat
765
275
2.213
560
560
-
-
Rambutan
-
-
204
30
30
250
-
Langsat
-
-
-
15
15
-
-
Jeruk
300
96
84
25
210
-
-
Jambu Biji
135
50
338
55
40
-
9
Jambu Air
180
105
473
40
40
-
804
Pepaya
1.165
270-
1.269
-
-
49
193
Pisang
645
135
1.152
98
43
680
778
Nenas
3
1
20
2
4
3
-
Salak
-
-
-
-
5
1
-
Nangka
4.613
3.207
9.698
419
146
630
108
Sawo
7
4
-
-
30
-
-
Sukun
1.138
70
2.975
5.250
20
-
76
Sirsak
43
10
79
38
-
140
17
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Bau-Bau (2010), Kota Bau-Bau dalam Angka 2010,diolah.
Komoditas hasil perkebunan yang mengalami peningkatan hasil produksi yakni Jambu Mente dengan hasil produksi 83 ton pada tahun 2008 menjadi 112,04 ton pada tahun 2009 atau terjadi peningkatan sebesar 34,99%. Coklat dari 99,7 ton menjadi 143,99 ton atau terjadi peningkatan 45,44%.
Produksi Tanaman Perkebunan menurut Jenis Tanaman di Kota Bau-Bau Tahun 2004 - 2009 (Ton) :
Jenis
2005
2006
2007
2008
2009
Kelapa Dalam
182,41
7,00
18,00
17,00
76,8
Kopi
295,70
1,20
1,00
1,00
15
Kapuk
204,97
16,55
21,55
22,00
76
Lada
0,57
0,60
-
-
-
Pala
0,56
-
-
1,00
-
Cengkeh
1,15
-
-
-
30
Jambu Mete
93,20
21,87
64,00
83,00
112,04
Kemiri
203,67
214,20
4,40
7,00
9,6
Coklat
214,48
45,34
96,25
99,00
143,99
Enau/Aren
13,92
-
-
-
8
Kelapa Hybrida
23,61
-
15,00
15,00
4
Tembakau
-
-
17,00
-
-
Asam Jawa
6,10
13,07
5,00
17,50
6,4
Pinang
30,59
70,00
-
10
0,75
Jumlah
1.270,92
389,83
242,20
272,50
482,58
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kota Bau-Bau (2010), Kota Bau-Bau dalam Angka 2010, diolah.
3.      Perikanan
            Meskinpun secara kewilayahan, Kota Bau – Bau hanya memiliki wilayah lautan seluas 200 mil, namun potensi perikanan yang berasal dari daerah sekitarnya (khusunya Kabupaten Buton) terakumulasi di kota ini. Berbagai produksi perikanannya adalah ikan pelagis besar (tuna, cakalang), pelagis kecil (julung – julung,laying, kembung), demersal (sunu, kerapu, kakap, boronang, ekor kuning, lobter, pari, dan lain – lain), serta hasil lainnya seperti cumi – cumi pulpen, teripang, kerang – kerang(biota laut), benur, Eucheuma, Spinosum, dan sebagainya. Potensi tersebut didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai seperti pabrik karagenan rumput laut, pelabuhan laut, serta aksesibilitas dan pelabuhan udara. Disamping itu, telah terbangunnya dan termanfaatkannya tempat pelelangan ikan (TPI), cold storage dan stasiun pengisian Bahan BakarBagi Nelayan (SPBN) dalam satu kawasan, serta didukung oleh pembangunan kampung nelayan melalui  Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat pengembangan perikanan terpadu. Dalam rangka penguatan SDM di Bidang perikanan dan kelautan, pemerintah kota juga telah membangun sebuah sekolah kejuruhan yang memiliki konsentrasi di bidang kalutan, yaitu SMK Nautika dan kelautan di pulau makassar.
a.      Potensi Budidaya Rumput Laut
Dengan garis pantai sepanjang ± 42 Km, Kota Bau – Bau berpotensi menjadi penghasil rumput laut. Disamping itu, wilayah sekitarnya yaitu perairan Kabupaten Muna, Buton, Buton Utara, dan Bombana juga memiliki potensi sangat besar sebagai produsen berbagai jenis rumput laut. Bahkan, berdasarkan potensi yang dimiliki, sejak tahun 2005 Provinsi Sulawesi Tenggara telah ditetapkan sebagai Pusat P+engembangan Regional Sulawesi (BKPRS), dimana Kota Bau – Bau sebagai outlet utama pengembangan komoditi dimaksud.
Wilayah pengembangan budidaya rumput laut di Kota Bau – Bau tersebar pada berbagai kelurahan yang terletak di daerah pesisir, yaitu Kelurahan Palabusa, Kalia – lia, Kolese dan Lowu – Lowu (Kecamatan Bungi), Kelurahan Lakologou, Waruruma, Sukanaeyo, dan Liwuto (Kecamatan Kokalukuna), Kelurahan Lakologou, Waruruma, Sukanaeyo, dan Liwuto (Kecamatan Kokalukuna), Kelurahan Naganganaumala, Wameo, Tarafu, dan Bone - Bone  (Kecamatan Murhun),serta Kelurahan Katobengke, Lipu, dan Sulaa (Kecamatan Betoambari). Luas areal perairan yang dapat di manfaatkan bagi pengembangan budidaya rumput laut berkisar 960 Ha di sempajang garis pantai potensial, yaitu sekitar 9 km untuk Kecamatan Murhum dan Betoambari. Namun demikian, hingga tahun 2007 lahan perairan yang termanfaatkan baru sekitar 111,6 Ha.
Jenis rumput laut yang dikembangkan terbatas pada Eucheuma Cottoni dan Eucheuma Spinosum. Pelaksanaan budidaya masih dilakukan secara tradisional, yaitu penyebaran bibit pada bentangan tali pada permukaan air dengan menggunakan rakit apung yang terbuat dari bambu, dengan masa pemeliharaan hingga panen bekisar 40 – 45 hari. Perkembangan produksi rumput laut dalam tiga tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Sementara itu komoditi rumput laut memberikan sumbangan terbesar dibandingkan 66 komoditi subsektor perikanan.
b.      Potensi Budidaya Mutiara
Ada dua jenis mutiara yang kini dibudidayakan dan berkembang di Kota Bau – Bau, yaitu Pinctada Maxima yang  menghasilkan mutiara bundar (roud pearl) dan jenis Pteria pengu yang menghasilkan mutiara blister (haft pead).


4.      Perindustriaan
            Meskipun peranannya masih belum begitu dominan dalam perekonomian daerah, namun melihat potensi posisi Kota Bau – Bau yang strategis, kegiatan industri memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan. Jenis industri yang dominan yaitu industri pengolahan makanan dan minuman, pengolahan hasil perikanan (pembekuan ikan dan pengalengan), industri pengolahan hasil perkebunan dan kehutanan (penggergajian, meubel, dan gembol).
5.      Pariwisata
            Kota Bau – Bau memiliki potensi wisata dan daya tarik wisata budaya dan wisata alam yang cukup representatif untuk dikembangkan. Selain sebagai pusat pemerintahan, Kota Bau – Bau juga sekaligus sebagai pusat Budaya Kesultanan Buton sehingga menjadikan Kota Bau – Bau memiliki obyek wisata dari peninggalan sejarah dan kebudayaan yang sangat menarik bagi wisatawan lokal maupun macananegara.
Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kota Bau – Ba, kawasan pariwisata dikelompokan menjadi 6 bagian yaitu :
  1. Kota Lama, sebagai pusat pelayanan wisata untuk Kota Bau – Bau dan sekitarnya serta wisata budaya berbasis pada bangunan tradisional dan pantai sebagai penunjang, dengan obyek wisata meliputi Pantai Kamali, Malige, Batu Puaro, dan Kota Lama.
  2. Benteng, sebagai kawasan wisata budaya, dengan obyek wisata meliputi Benteng Wolio dan Benteng Sorawolio.
  3. Pantai sebagai kawasan wisata budaya alam berbasis pantai, dengan obyek wisata meliputi Pantai Nirwana, Pantai Lakeba, Gua Lakasa, dan Gua Moko.
  4. Bungi sebagai kawasan wisata alam berbasis air terjun dan ekologi hutan dan pantai dengan obyek wisata meliputi Air Terjun Bungi, Pantai Kokalukuna, Air Terjun Tirta Rimba, dan Hutan Wakonti.
  5. Samparona sebagai kawasan wisata alam berbasis air terjun dan ekologi hutan dengan obyek wisata meliputi Air Terjun Samparona dan Air  Terjun Kantongara.
  6. Pulau Makassar sebagai kawasan wisata budaya berbasis pemukiman dan tata cara hidup nelayan serta pantai sebagai penunjang, dengan obyek wisata meliputi pulau makassar.
Sedangkan jumlah hotel yang ada di Kota Bau – Bau pada tahun 2008 sebayak 32 buah, jumlah kamar 393 ruangan dan tempat tidur 618 buah. Sedangkan banyaknya kamar dan tempat tidur pada hotel bintang dan non bintang pada tahun 2008 yakni hotel bintang kamarnya 361 dan tempat tidur 562 buah.

C.      Indikator Keberhasilan Pembangunan Kota Bau-Bau
Tidak dapat dipungkiri bahwa semenjak menjadi daerah otonom dengan Nakhoda Drs. H. Amirul Tamim, M.Si, Kota Bau-Bau terus “tancap gas” dalam membangun. Berbagai indikator makro ekonomi yang menunjukkan keberhasilan pembangunan ini antara lain adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang berhasil dipertahankan di 7% per tahun selama kurun waktu 2004-2008, nilai PDRB Atas Dasar Harga berlaku meningkat dari Rp. 1.254,49 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp. 1.559,11 milyar pada tahun 2008 atau naik sebesar Rp. 304,62 milyar. Sementara nilai PDRB Atas Dasar Harga konstan tahun 2000 sebesar Rp. 631,98 milyar pada tahun 2008 atau naik sebesar Rp. 45,66 milyar dibandingkan tahun 2007 yang hanya mencapai Rp. 586,33 milyar. Laju inflasi berhasil ditekan dibawah dua digit dalam kurun waktu 2007-2008 di mana pada periode-periode sebelumnya selalu berada di atas dua digit.
Sebagai konsekuensi dari tetap terjaganya momentum positif indikator makro ekonomi tersebut, maka tingkat pengangguran terbuka juga berhasil diturunkan dari 20,01% (9.965 orang) pada tahun 2004 menjadi 10,61% (5.821 orang) pada tahun 2008. Prestasi ini sekaligus mengkonfirmasikan adanya indikasi berlakunya Hukum Okun yang menyatakan adanya hubungan negatif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pengangguran, karena ketika tingkat pengangguran di Kota Bau-Bau menurun, ternyata pertumbuhan ekonomi stabil di level 7% per tahun.
Bersamaan dengan itu, angka kemiskinan penduduk juga berhasil diturunkan. Mengutip data yang dikeluarkan oleh Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Bau-Bau, apabila pada tahun 2007 dan 2008 orang miskin di Kota Bau-Bau masih sebanyak 19.659 KK (78.636 jiwa) dan 20.379 KK (81.496 jiwa), maka pada tahun 2009 hanya sebanyak 19.854 KK (79.416 jiwa). Selaras dengan itu, tingkat kesejahteraan masyarakat juga berhasil diperbaiki. Pendapatan per kapita nominal meningkat dari Rp. 10,067 juta per tahun atau Rp. 838,951 ribu per bulan atau Rp. 27,582 ribu per hari pada tahun 2007 menjadi Rp. 12,205 juta per tahun atau Rp. 1.017,087 ribu per bulan atau Rp. 33,438 ribu per hari pada tahun 2008. Bahkan angka ini sudah lebih baik dibandingkan rata-rata Provinsi Sulawesi Tenggara.
Angka ketimpangan pendapatan juga berhasil diperbaiki. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kota Bau-Bau dan Badan Pusat Statistik Kota Bau-Bau (2009), koefisien gini Kota Bau-Bau sebesar 0,21% pada tahun 2007 dan 0,20% pada tahun 2008 yang berarti bahwa selama kurun waktu tersebut tingkat ketimpangan distribusi pendapatan rendah (low inequality). Hal ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan di Kota bau-Bau serta merupakan syarat kecukupan (sufficient condition) karena terbukti pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Kota Bau-Bau tersebut efektif dalam mengurangi kemiskinan.
Di bidang moneter, nilai terdekat atau proksi (proxy) jumlah uang kartal (jumlah uang kertas dan uang logam yang kita pegang sehari-hari) yang beredar di Kota Bau-Bau pada tahun 2007 sebanyak Rp. 63,55 milyar dan pada tahun 2008 meningkat sekitar Rp. 30,27 milyar atau menjadi Rp. 93,82 milyar. Di sisi lain, jumlah uang giral yang beredar mengalami peningkatan dari Rp. 96,12 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp. 141,09 milyar pada tahun 2008. Bersamaan dengan itu, jumlah yang beredar dalam arti sempit atau narrow money (M1) juga menunjukkan peningkatan. Apabila pada tahun 2007 jumlah M1 sebesar Rp. 159,67 milyar maka pada tahun 2008 meningkat 52,09% atau menjadi Rp. 234,906 milyar pada tahun 2008. Begitu juga dengan jumlah uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). Apabila pada tahun 2007 sebanyak Rp. 458,07 milyar, maka pada tahun 2008 bertambah sebesar 49,84% atau menjadi Rp. 686,38 milyar.
Makin meningkatnya peredaran jumlah uang beredar dari tahun ke tahun, juga diikuti dengan meningkatnya frekuensi penggunaan atau perputaran uang beredar dalam perekonomian. Pada tahun 2008, tingkat perputaran uang kartal dan uang giral masing-masing sebesar 17 poin, 11 poin—yang berarti bahwa dalam setahun, uang kartal dan uang giral digunakan sekitar 17 kali dan 11 kali untuk membeli barang dan jasa dan/atau secara rata-rata uang kartal dan uang giral yang beredar di masyarakat hanya tersimpan atau menganggur sekitar 21 hari dan 33 hari. Padahal, untuk tingkat nasional saat ini paling cepat 3 bulan.










BAB III
PENUTUP

a.      Kesimpulan :
Secara geografis Kota Bau-Bau terletak di bagian Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dengan posisi koordinat sekitar 0,5015’ hingga 050 32’ Lintang Selatan dan 122046, Bujur Timur. Terbentuknya Kota Bau-Bau secara otonom dan mandiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 merupakan peluang sekaligus tantangan didalam mengisi pembangunan daerah sebagaimana tuntutan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan kewenangan Otonomi Daerah dimaksud, Pemerintah Kota Bau-Bau dituntut untuk meningkatkan kemandirian melalui prakarsa dan inisiatif didalam menggali potensi sumberdaya yang tersedia untuk sebesar- sebesarnya dikelola dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan seluruh masyarakat Kota Bau-Bau. Kota Bau-Bau telah berhasil membangun. Hal ini setidaknya dapat dijustifikasi dari data-data yang ada dikaitkan dengan teori Dudley Seers. Kita semua juga patut berbangga dengan pencapaian ini, akan tetapi bukan berarti “tugas” membangun itu telah usai.

Pertama, data Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Bau-Bau (2009) menunjukkan angka keluarga pra sejahtera belum menunjukkan perbaikan. Dari 12.452 KK dan 12.984 KK pada tahun 2007 dan 2008, naik menjadi 13.011 KK pada tahun 2009. Ini berarti, pada tahun 2009 sekitar 52.044 jiwa atau 40,40% dari keseluruhan penduduk Kota Bau-Bau masih pra sejahtera.
Kedua, adanya kecenderungan peningkatan penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja untuk dan/atau rawan menjadi pengangguran kembali, yaitu penduduk yang bekerja kurang dari 5 jam sehari atau kurang dari 35 jam dalam seminggu atau dikenal dengan setengah pengangguran. Apabila tahun 2005 hanya sebanyak 9.500 orang atau 23,60%, maka pada tahun 2008 naik menjadi 17.349 orang atau 35,39% dari keseluruhan orang yang bekerja.

b.      Saran

1.       Agar pemerintah tetap bekerja keras membangun dan menyetarakan kesejahteraan rakyat
2.       Diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca.




DAFTAR PUSTAKA


Komentar

Unknown mengatakan…
minta izin di copy pendahuluan nya yach. makasih sudah di publikasikan untuk kemajuan kota kita tercinta butuni

Postingan populer dari blog ini

TEORI LOKASI (PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)

1.Teori Klasik Menurut Reksohadiprojo-Karseno (1985)  Teori sewa dan lokasi tanah ,   pada dasarnya merupakan bagian dari teori mikro tentang alokasi dan penentuan harga-harga faktor produksi. Seperti halnya upah yang merupakan “harga” bagi jasa tenaga kerja, maka sewa tanah adalah harga atas jasa sewa tanah. David Ricardo , berpendapat bahwa penduduk akan tumbuh sedemikian rupa sehingga tanah-tanah yang tidak subur akan digunakan dalam proses produksi, dimana sudah tidak bermanfaat lagi bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang berada pada batas minimum kehidupan. Sehingga, “sewa tanah akan sama dengan penerimaan dikurangi harga faktor produksi bukan tanah di dalam persaingan sempurna dan akan proporsional dengan selisih kesuburan tanah tersebut atas tanah yang paling rendah tingkat kesuburannya. Berkenaan dengan kota, biasanya tingginya nilai tanah bukanlah tingkat kesuburan tanah tersebut, tetapi lebih sering dikaitkan dengan jarak atau letak tanah (Reksohadiprojo-Karseno, 1985:25).

Profil program studi Teknik Planologi (Perencanaan wilayah dan Kota)

                Sebagai seorang mahasiswa planologi saya menyadari bahwa pengetahuan masyarakat mengenai program studi / jurusan ini sangat kurang, khususnya bagi para calon – calon mahasiswa yang sedang mencari jurusan untuk melanjutkan studinya .          Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama Teknik Planologi, merupakan salah satu program studi di UIN Alauddin Makassar, berdiri pada tahun 2006 silam. PWK adalah program studi yang berkaitan dengan berbagai bidang ilmu yang lain, baik ilmu keteknikan maupun sosial ekonomi.

makalah tentang Ruang Terbuka Hijau dalam perencanaan kota

Ruang Terbuka Hijau Dalam Perencanaan Kota Penulis : Febry Aristian Jurusan Teknik Perencanaan wilayah dan kota Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar                                                                                                                                 Abstrak Kota merupakan tempat para warga melangsungkan berbagai aktivitasnya, sehingga pengembangannya mestinya diarahkan agar dapat memenuhi tuntutan kebutuhan fisik dan spiritual. Tapi banyak ditemukan suatu kota yang perencanaannya dilakukan secara kurang memadai, sehingga menjadi lesu. Dalam makalah ini membahas tentang peran RTH dalam perencanaan kota karena RTH merupakan Sesuatu yang sangat penting dalam perencanaan kota . Dengan dibentuknya ruang-ruang terbuka hijau tersebut, dapat disusun suatu jaringan RTH-kota yang berfungsi meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih, sehat, dan indah. Di samping memperhitungkan aspek