entah dari mana saya mengambil tulisan ini yang jelas saya ingin memperkenalkan tanah air saya yaitu kabaena, mari kita mulai bercerita.
Kabaena merupakan pula eksotik yang jarang terungkap. pulau ini unik. Panorama pulau dan desa di dalamnya sangat indah. Laut dangkal kehijauan dengan pasir putih mengkilap terserak mengitari pulau. Di beberapa tempat terdapat terumbu karang yang belum terjamah.
Kabaena berasal dari bahasa buton Kobaena yang berarti memiliki beras yang enak. Luas pulau terdiri dari 86.769 hektar dengan jarak tempuh sekitar 6 jam dari kendari, ibu kota Sulawesi tenggara.
Di masa lalu, Kabaena terkenal produksi beras dan kerbaunya. Ia bahkan dikenal sebagai lumbung beras bagi kesultanan Buton. Setiap tahun, seribu Kabalu (sekitar 50.000 liter) beras disumbangkan untuk Kesultanan Buton.
Pulau ini juga mendapat sebutan Witangkarambau, dalam bahasa Moronene berarti “tanah kerbau” dulunya, banyak kerbau yang hidup di pulau ini. Sampai-sampai kerbau menjadi mahar dalam perkawinan. Pada zaman dahulu, mahar seorang anak gadis sebanyak 12 ekor dan janda 8 ekor kerbau. Tahun 2007, Pulau Kabaena dihuni sekitar 24.180 jiwa.Sebagian besar penduduknya adalah suku moronene yang menggantungkan hidupnya sebagai petani, nelayan dan budidaya rumput laut. Pohon aren, Jambu mete, kelapa, coklat dan cengkeh adalah jenis tanaman yang tumbuh subur di pulau ini.
Moronene memang bukan penduduk asli kabaena, yang juga sebagai penduduk tertua di Sulawesi Tenggara. Konon, kedatangan suku Tolaki dari hulu sungai Konawe-eha, membuat suku moronene mereka bergeser ke selatan, lalu pada masa berikutnya menyeberang ke Pulau Kabaena.
Pulau Kabaena merupakan bagian dari Kabupaten Bombana, yang pisah dari Buton sekitar 7 tahun lalu. Sejak dulu Kabaena terkenal sebagai penghasil gula merah(Aren), dan Jambu mete, produksinya ratusan ton per-tahun. Luas lahan jambu mete mencapai 9.128 ha, potensi gula aren berasal dari lahan seluas 1.678 ha.
Total luas wilayah pertanian termasuk cengkeh, Kopi, Kakao, kelapa dan kemiri adalah 17.585 ha.
Hanya saja, hasil pertanian itu masih dikelola secara tradisional dan didagangkan sebatas Kabaena hingga pulau Buton. Biar begitu, hasil dari penjualan Aren saja, warga mampu membiayai hidupnya. Rata-rata penghasilan petani aren mencapai Rp. 3 juta hingga Rp. 4 juta per-bulan. Sementara di pesisir, petani rumput laut, mampu meraup penghasilan Rp. 6 juta tiap kali panen.
Tapi cerita tentang kerbau untuk mahar hanya tinggal cerita adat saja, kini bisa diganti sapi atau kambing karena sekarang kerbau sulit di dapat, kecuali kerbau tidak bertuan atau biasa disebut kerbau hutan.
Komentar