Indonesia merupakan Negara yang luas,
terdiri dari beribu pulau dengan jumlah penduduk yang besar.
Semakin meningkatnya pertumbuhan jumlah dan kebutuhan penduduk,
semakin meningkat pula kebutuhan tempat atau lahan untuk tempat kegiatan dan
tentunya prasarana untuk menunjang dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa lingkungan identik dengan
lahan. Sikap serta kebijaksanaan masyarakat terhadap lahan akan menentukan aktifitasnya.
Aktifitas itulah yang akan meninggalkan bekas di atas lahan.
Seiring dengan perkembangan waktu,
transportasi dan pengunaan lahan menjadi satu bagian yang
tidak terpisahkan. Dalam konteks perencanaan, transportasi dan penggunaan
lahan memiliki tujuan yang terarah dan spesifik. Di dalam sistem transportasi,
tujuan perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan penumpang
dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan lahan.
Sedangkan di dalam penggunaan lahan, tujuan dari perencanaan adalah untuk tercapainya
fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Melalui makalah ini, kami berusaha
untuk memberikan persepsi atau pandangan serta ulasan secara lebih mendalam mengenai
aktifitas penggunaan lahan dalam kaitannya dengan aktifitas transportasi. Apakah
transportasi menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan aktifitas penggunaan
lahan, ataukah sebaliknya, penggunaan lahan menjadi faktor yang mempengaruhi
aktifitas transportasi. Pada konteks ini, kami juga akan memberikan ulasan
singkat mengenai faktor utama yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan dan
aktifitas transportasi baik itu di perkotaan maupun di pedesaan.
Kota dikenal dengan banyaknya
permasalahan yang kompleks yang terdapat didalamnya, dimana
terdapat kecenderungan bahwa berkembangnya suatu kota bersamaan
pula dengan berkembangnya masalah transportasi yang terjadi, sehingga masalah
ini akan selalu membayangi perkembangan suatu wilayah perkotaan.
Wilayah perkotaan dari tahun ke tahun
telah berubah sebagai akibat terjadinya pergeseran yang
dramatis dari lahan pertanian menjadi daerah bisnis “terjadi perubahan fungsi
guna lahan”. Daerah – daerah tersebut saat ini menjadi pusat-pusat kegiatan financial
dan peluang-peluang bisnis yang ekstensif yang kompleksitas dan diversitasnya mengalami
siklus perubahan akibat beragam pengaruh social dan ekonomi. Dengan terjadinya
perubahan fungsi lahan yang sering kita temui di suatu kota dimana tata guna lahan
yang ada tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah dibuat.
(Sujarto, 2001:139)
Ada beberapa hal yang menjadi faktor
utama dari timbulnya masalah tersebut, adalah sebagai
berikut;
1. Bahwa karena dinamika masyarakat
yang menyebabkan perubahan yang cepat di dalam system nilai
dan kebutuhan masyarakat sering proses penyusunan terdahului oleh
perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal ini menyebakan tidak sesuainya
rencana dan kenyataan nyata manakala suatu rencana selesai disusun.
2. Kelanggenang suatu rencana kota
dalam arti konsekuen dan konsistennya pembangunan kota
dengan rencana kota sangat ditentukan juga oleh konsekwenan dan
kekonsistenan pengelola kota dan masyarakat dalam memegang arahan pembangunan
yang ditetapkan. Adanya saling ketergantungan antara tata guna lahan dan
system transportasi, sehingga pola guna lahan dan system transportasi tidak dapat
dipisahkan. Kegiatan transportasi yang terwujud
pada hakikatnya adalah kegiatan yang
menghubungkan dua lokasi guna lahan .Salah satu tujuan utama
perencanaan setiap tata guna lahan atau system transportasi adalah
untuk menjamin adanya keseimbangan yang efisien antara aktivitas guna
lahan dengan kemampuan transportasi (Blunden
dan Black, 1984; ASCE, 1986 dalam
Khisty dan Lall, 2003: 74).
Permasalahan ini bukan saja menyangkut
pada kenyamanan system transportasi yang terganggu
(kepadatan, kemacetan, keterlambatan, parkir dll), namun juga dapat meningkatkan
pencemaran lingkungan melalui gas buangan dari kendaraan bermotor serta
merupakan suatu bentuk pemborosan energy yang sia-sia.
Permasalahan transportasi ini merupakan
suatu permasalahan kompleks yang melibatkan banyak
aspek, pihak dari system yang terkait sehingga pemecahan permasalahan
tersebut memerlukan suatu pemecahan yang comprehensive dan terpadu yang
melibatkan semua unsur dan actor dalam pembangunan kota.
PENGERTIAN UMUM TATA GUNA LAHAN
DENGAN TRANSPORTASI
Berdasarkan berbagai sumber referensi yang kami pergunakan,
definisi Tata guna Lahan dan Transportasi adalah sebagai berikut.
Tata guna
lahan
Menurut Vink (1975), ”Lahan merupakan
suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi, khususnya meliputi
semua benda penyusun biosfer yang dapat dianggap bersifat
menetap atau berpindah berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, meliputi
atmosfer, tanah, batuan induk, topografi, air, tumbuhan-tumbuhan, binatang, serta
akibat-akibat kegiatan manusia pada masa lalu maupun sekarang, yang semuanya memiliki
pengaruh nyata terhadap tata guna lahan oleh manusia, pada masa sekarang maupun
masa yang akan datang”. Lahan merupakan bagian permukaan bumi yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia terbentuk secara komplek oleh faktor-faktor fisik maupun
non fisik yang terdapat di atasnya.
Sedangkan definisi tata guna Lahan
menurut Malingreau (1978), ”Pengunaan Lahan adalah segala
macam campur tangan manusia, baik secara menetap ataupun berpindah-pindah
terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan buatan, yang secara keseluruhan
disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun
spiritual, ataupun kebutuhan kedua-duanya”.
Transportasi
Mengenai definisi Transportasi adalah
perpindahan atau pergerakan orang, barang, informasi,
untuk tujuan spesifik dari area atau satu tempat ketempat lain. Transporasi
merupakan sebagai sesuatu hal yang berhubungan dengan pemindahan
orang atau barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan. Menurut Morlok(1978),
dalam pengertian yang lengkap, transportasi didefinisikan sebagai” suatu
tindakan, proses atau hal yang sedang dipindahkan dari suatu tempat ketempat
lain”. Pada prinsipnya, fungsi transportasi adalah untuk
menghubungkan orang dengan tata guna lahan, pengikat kegiatan dan
memberikan kegunaan tempat dan waktu untuk komoditi
yang diperlukan.
Hubungan Antara Tata Guna Lahan Dengan Transportasi
Transportasi dan tata guna lahan
berhubungan sangat erat, sehingga biasanya dianggap membentuk
satu landuse transport system. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan
baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi
yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya,
tranportasi yang
tidak melayani suatu tata guna lahan
akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan.Penggunaan lahan adalah hasil akhir dari
aktivitas dan dinamika kegiatan manusia dipermukaan bumi yang
bukan berarti berhenti namun tetap masih berjalan (dinamis). Secara
umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu proses yang lama
dari adanya interaksi yang tetap, keseimbangan dan dinamis, antara
aktifitasaktifitas penduduk diatas lahan, dan keterbatasan-keterbatasan di dalam
lingkungan tempat hidup mereka.
Transportasi merupakan sebuah aktivitas
manusia yang berlangsung di permukaan bumi. Transportasi
dilakukan atas dasar perbedaan kondisi lingkungan antara daerah satu dengan
daerah yang lain baik itu sosial, ekonomi, budaya, maupun sumberdaya alam. Terdapat
hubungan yang sangat erat antara masyarakat terhadap ruang sebagai wadah
kegiatan. Kota sebagai tempat terpusatnya kegiatan masyarakat, akan senantiasa berkembang
baik kuantitas maupun kualitasnya, sesuai perkembangan
kuantitas dan kualitas masyarakat. Hal tersebut merupakan indikator
dinamika serta kondisi pembangunan masyarakat kota tersebut berserta wilayah di
sekitarnya. Keterkaitan Antara Sistem Transportasi dan Pengembangan Lahan
merupakan suatu kajian yang tidak dapat terlepas dari eksistensi ruang
dalam studi geografi. Sistem transportasi dan pengembangan lahan
(land development) saling berkaitan satu sama lain. Di dalam
sistem transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan
penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan
lahan. Sedangkan di sisi pengembangan lahan, tujuan dari perencanaan adalah
untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Acapkali kedua tujuan
tersebut menimbulkan konflik. Hal inilah yang menjadi asumsi mendasar dari analisis
dampak keruangan untuk menjembatani kedua tujuan di atas, atau dengan kata lain,
Proses perencanaan transportasi dan pengembangan lahan mengikat satu sama lainnya.
Pengembangan lahan tidak akan terjadi tanpa sistem transportasi, sedangkan sistem
transportasi tidak mungkin disediakan apabila tidak melayani kepentingan ekonomi
atau aktivitas pembangunan. Dari asumsi mendasar tersebut, maka perlu kajian yang
mendalam mengenai analisis keduanya (transportasi dan penggunaan lahan).
Pembahasan pertama akan kami fakuskan
terlebih dahulu pada analisis dampak transportasi terhadap
penggunaan lahan. Secara sistematis, pada dasarnya penggunaan lahan
dikelompokkan menjadi:
Aktivitas Utama Detail Penggunaan (contoh)
Retail Makanan/Non makanan
Satu unit toko/sejumlah toko
Pusat penjualan tanaman
Pompa bensin
Usaha (employment) Perkantoran
Kawasan usaha (business park)
Kawasan Industri (industrial estate)
Pergudangan (warehousing)
Perumahan (residential) Perumahan pribadi
Apartmen
Panti/tempat penampungan
Pendidikan Sekolah (TK, SD, SMP, dan SMU)
Universitas/Perguruan Tinggi
Pusat kursus/Balai pelatihan
Hotel dan Restoran Hotel
Motel
Restoran
Kesehatan Rumah sakit
Praktek Dokter
Puskemas
Rekreasi Olahraga
Taman hiburan
Bioskop
Pusat kesenian
Efek dari pesatnya perkembangan system transportasai di
Negara-negara berkembang seperti Indonesia diantaranya adalah berkurangnya
lahan pertanian subur di sepanjang jalur transportasi,
terjadinya konfersi lahan produktif menjadi lahan terbangun serta
terjadinya perubahan dalam segi kualitas, kwantitas serta pattern atau pola
fisik penggunaan lahan secara keruangan. Pada dasarnya, perubahan
yang terjadi ini tidak dapat secara langsung memberikan argumen bahwa factor utama
yang mempengaruhi terjadinya perubahan pola penggunaan lahan adalah adanya
sistem transportasi yang berkembang di kawasan tersebut.
Peranan Transportasi dalam Tata Ruang Kota dan
Wilayah
Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari perencanaan kota dan wilayah. Rencana kota tanpa
mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang
akan terjadi sebagai akibat dari rencana itu sendiri, akan menghasilkan kesemrawutan
lalu lintas di kemudian hari. Akibat lebih lanjut adalah meningkatnya jumlah
kecelakaan, pelanggaran, dan menurunnya sopan-santun berlalu-lintas,
serta meningkatnya pencemaran udara.
Transportasi di dalam Lingkungan Perkotaan
Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat
berperan dalam pembangunan ekonomi yang menyeluruh. Perkembangan sektor
transportasi akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang
berjalan. Namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah satu sektor
yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan dalam cakupan spasial dan
temporal yang besar.
Transportasi sebagai salah satu sektor kegiatan perkotaan,
merupakan kegiatan yang potensial mengubah kualitas udara perkotaan. Perkembangan
perkotaan berjalan secara dinamik, mengikuti perkembangan sosial-ekonomi perkotaan itu
sendiri. Dengan semakin berkembangnya perkotaan dalam hal wilayah spasial (ruang)
dan aktivitas ekonominya, akan semakin besar pula beban pencemaran udara yang
dikeluarkan ke atmosfer perkotaan. Dampak ini akan semakin terasa di daerah-daerah
pusat kegiatan kota. Transportasi yang berwawasan lingkungan perlu memikirkan
implikasi/dampak terhadap lingkungan yang mungkin timbul, terutama pencemaran udara
dan kebisingan.
Ada tiga aspek utama yang menentukan intensitas dampak
terhadap lingkungan, khususnya pencemaran udara dan kebisingan, dan penggunaan
energi di daerah perkotaan (Moestikahadi 2000), yaitu:
a. Aspek perencanaan transportasi (barang dan manusia).
b. Aspek rekayasa transportasi, meliputi pola aliran moda
transportasi, sarana jalan,
sistem lalu lintas, dan faktor transportasi lainnya.
c. Aspek teknik mesin dan sumber energi (bahan bakar) alat
transportasi.
Sistem transportasi di perkotaan adalah faktor utama yang
menentukan pola ruang
(spatial pattern), derajat kesemrawutan, dan tingkat pertumbuhan
ekonomi dari suatu
daerah perkotaan. Ada tiga jenis utama transportasi yang
digunakan orang di perkotaan
(Miller 1985) :
a. Angkutan pribadi (individual
transit), seperti mobil pribadi, sepeda motor,
sepeda, atau berjalan kaki,
b. Angkutan masal (mass
transit), seperti kereta api, bis, opelet, dan
sebagainya.
c. Angkutan sewaan (para
transit), seperti mobil sewaan, taksi yang
menjalani rute
tetap atau yang disewa untuk sekali jalan, dan sebagainya.
Setiap jenis angkutan mempunyai keuntungan dan kerugian
tersendiri. Sistem
transportasi perkotaan yang berhasil, memerlukan gabungan
dari cara angkutan pribadi,
massal, dan sewaan, yang dirancang memenuhi kebutuhan daerah
perkotaan tertentu.
Pola Perjalanan di Daerah Perkotaan
Kebanyakan orang memerlukan perjalanan untuk mencapai
tempat-tempat tujuan bekerja, bersekolah atau ke tempat-tempat pendidikan yang
lain, berbelanja, ke tempattempat pelayanan, mengambil bagian dalam
berbagai kegiatan sosial dan bersantai di luar rumah, serta banyak
tujuan yang lain. Hal yang utama dalam masalah perjalanan adalah adanya
hubungan antara tempat asal dan tujuan, yang memperlihatkan adanya lintasan, alat
angkut (kendaraan) dan kecepatan. Pola perjalanan di daerah perkotaan
dipengaruhi oleh tata letak pusat-pusat kegiatan di perkotaan
(permukiman, perbelanjaan, perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan
lain lain).
Kebijakan Transportasi
Pola jaringan jalan dapat mempengaruhi perkembangan tata
guna lahan. Jaringan jalan yang direncanakan secara tepat akan merupakan pengatur
lalu lintas yang baik. Jadi ada kaitan antara perencanaan kota
dengan perencanaan transportasi. Perencanaan kota mempersiapkan kota
untuk menghadapi perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai
persoalan agar kota menjadi suatu tempat kehidupan yang layak. Sedangkan perencanaan
transportasi mempunyai sasaran mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan
orang atau barang bergerak dengan aman, murah, cepat, dan nyaman, dan mencegah
terjadinya kemacetan lalu lintas di jalan-jalan dalam kota. Penyusunan kebijakan
transportasi dilakukan oleh Departemen Perhubungan, setelah berkoordinasi dengan
beberapa departemen lain yang terkait, misal: Departemen Dalam Negeri,
Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertahanan, dan
Departemen Keuangan. Selanjutnya pelaksanaan dari kebijakan
transportasi tersebut dilakukan secara terpadu oleh unsur-unsur
pelaksana di daerah, seperti Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Dinas
Bina Marga, Polisi Lalu Lintas, dan instansi lain yang terkait, serta pihak
swasta (perusahaan perangkutan).
Dampak tata guna lahan dan nilainya
Di samping dampak transportasi terhadap lingkungan alamiah,
terdapat juga dampak terhadap tata guna lahan dan nilai lahan. Barangkali
yang paling nyata dari dampak ini ialah pembebasan lahan untuk pembuatan jalan baru
bagi sarana transportasi; dengan demikian tata guna lahan diubah untuk keperluan
transportasi. Juga perubahan tingkat pelayanan transportasi (dan
harga) di suatu daerah mungkin akan mempengaruhi jenis tata guna lahan
tertentu yang tidak akan terjaditanpa adanya perubahan tadi. Ini mempunyai
dampak yang potensial dalam mengubah bukan saja tata guna lahan secara parsial,
tetapi juga melalui perubahan tesebut kualitas kehidupan secara keseluruhan
dari suatu daerah dan nilai lahannya akan berwujud lain.
Persebaran lahan dan dampak relokasi
Dengan terjadinya urbanisasidi banyak negara maka kebutuhan
untuk mengembangkan kapasitas transportasi perkotaan akan semakin
mendesak. Pengembangan tersebut biasanya akan membutuhkan tambahan
lahan. Walaupun agak mengherankan tambahan lahan tersebut hanya sedikit
pengaruhnya terhadap total area yang disediakan untuk prasarana
transpor. Walau demikian, tambahan lahan tertentu tetap menimbulkan
masalah yang muncul. Lahan untuk transpor harus tersedia secara kontinu dengan
minimum lebar tertentu. Untuk prasarana berkapasitas tinggi di daerah perkotaan biasanya
dihindarkan dari gangguan lalu-lintas yang memotong, sehingga harus mempertinggi
atau memperendah elevasi jalur tadi pada lokasi-lokasi tertentu. Ini menyebabkan
hambatan untuk menyeberang di sarana transportasi baru. Hambatanhambatan ini juga
akan mengganggu kehidupan bertetangga, banyak rumah warga yang harus
dipindahkan yang menimbulkan masalah ekonomi sosial tersendiri. Dari segi estetika
mungkin prasarana yang dibangun kurang enak dipandang. Sehingga areal tersebut
mungkin kurang enak dihuni. Karena alasan-alasan diatas, maka dewasa ini pembangunan
sarana transportasi baru harus memperhitungkan secara integral dengan
daerah sekitarnya. Dari seluruh dampak
akibat dibangunnya suatu prasarana transportasi yang baru, pembebasan
lahan menimbulkan masalah yang paling sulit dan kontroversial. Prinsipnya pembebasan
lahan sama dengan membeli lahan untuk kegiatan ekonomi baru lainnya. Karena
pembangunan sarana transportasi akan memerlukan sebidang lahan yang menerus sepanjang
rute dimana prasaran tadi akan dibangun, maka lahan yang akan dibangun yang
harus dibeli hanya laha pada lokasi tertentu saja dan bukan lahan yang terletak
pada sembarang lokasi. Pemerintah telah memberikan kebebasan
kepada penguasa atau badan– badan yang akan membangun prasarana
tersebut untuk membelinya dengan harga pasar yang wajar, tanpa
tergantung kemauan pemilik lahan (hak pemerintah). Hal ini berarti memaksa
penduduk untuk pindah dan akan menimbulkan keadaan yang tidak sehat dan kontroversial.
Disamping itu disamping kesukaran dalam menentukan harga pasar wajar, tentu
saja nilai lahan berbeda-beda menurut pemilik.
Masalah lain yang berkaitan dengan pembebasan lahan untuk
transportasi adalah bahwa penggunaan lahan yang baru untuk suatu saran
transportasi mempunyai sejumlah karakteristik yang sering tidak
diinginkan oleh lingkungannya. Misalnya, jalan yang baru tadi
mungkin akan membuat sepi jalan-jalan yang lain dan trotoar yang ada dan membelah
lingkungan menjadi dua bagian terpisah. Sebagian sarana transportasi tidak membayar
pajak kekayaan, tidak seperti lahan lainnya. Oleh karena itu pemerintah kota atau
badan-badan lain mungkin akan mengalami pengurangan penghasilan dari pajak bumi atas
lahan. Sudah barang tentu apabila harga lahan di sekitar fasilitas tersebut
cukup
Tinggi Untuk mengatasi masalah akibat pembebasan lahan dan relokasi
tata guna lahan dikeluarkan undang-undang yang menentukan cara-cara
pembebasan lahan untuk transportasi umum. Dengan ini diharapkan tidak akan ditemui
permasalahan yang mungkin timbul akibat kegiatan tersebut. Namun demikian
terbukti masih banyak ditemui permasalahan di lapangan seperti di perkotaan tidak
cukup lahan pengganti untuk penduduk yang direlokasi, kegiatan
bisnis mikro yang apabila direlokasi mereka akan sangat terpukul dan
harus memulai dari awal atau masalah psikologis terutama bagi mereka
yang telah cukup umur bahkan akan kehilangan relasi karena jarak
semakin jauh. Dengan semua masalah ini tidak pelaklagi terdapat berbagai
tantangan keras bagi pembangunan fasilitas transportasi baru apabila fasilitas
ini memerlukan relokasi penduduk atau perekonomian. Akan tetapi ketentuan mengenai
kompensasi finansial terhadap pertimbangan masalah masing-masing penduduk serta
bantuan-bantua untuk relokasi akan dapat membantu mengatasi kesulitan tersebut.
Nilai lahan
Wajar kiranya bahwa perbaikan pelayan tarnsport di suatu
daerah akan mengakibatkan naiknya nilai lahan itu, apabila kondisi
lainnya tidak berubah. Pedagang akan memandang kemudahan transpor ke
tempat lain mereka sebut aksesibilitas; denga sebidang lahan akan
bertambah dengan meningkatnya pelayanan sisitem transportasi dan karena
itu harga lahan tadi akan meningkat pula. Contoh sederhana memeperlihatkan dua karakteristik
penting perbaikan transportasi. Pertama, pengurangan biaya transportasi membuat
pendapatan akan tersedia untuk pemakaian lainnya yang dapat pula mengikuti peningkatan
pengeluaran untuk rumah. Kedua, pengurangan biaya transpor pada umumnya
akan membawa lebih banyak lahan yang dapat dipakai untuk pemukiman atau kegiatan
ekonomi lainnya dengan akibat kepadatan pemakaian rata-rata akan berkurang. Ketiga,
walaupun harga sebagian lahan akan meningkat sebagai akibat dari perbaikan transportasi
namun harga lahan yang lokasinya tidak dipengaruhi perbaikan transportasi tadi
mungkin akan menurun. Hal ini dapat terjadi walaupun perbaikan dapat mengurangi biaya
transportasi atau menambah aksesiilitas ke seluruh bidang lahan karena beberapa lahan
mungkin akan lebih dipengaruhi secara positif daripada yang lainnya. Walaupun model
yang lebih rinci dan realistik akan menerangkan hal ini dan hal-hal lainnya
secara lebih jelas dan lengkap namun contoh sederhana ini telah
dapat menggambarkan beberapa pengaruh utama dari perbaikan transport terhadap
nilai lahan. Pertambahan nilai lahan pada lajur atau area yang berdekatan
langsung dengan jalan bebas hambatan biasanya beberapa kali lebih besar dari
pertambahan nilai lahan area yang jauh dari jalan bebas hambatan. Hal ini
membuktikan bahwa perbaikan transport akan meningkatkan nilai
lahan. Oleh karena itu akan memberikan keuntungan kepada masyarakat
dengan cara tersebut, disamping keuntungan transportasi yang dapat dinikmati
secara lebih langsung dan cepat. Namun demikian ada kemungkinan peningkatan
nilai lahan yang berdekatan dengan peningkatan transportasi sebenarnya adalah
pengalihan nilai lahan yang jauh dari peningkatan transportasi tersebut; lahan yang
berkurang nilainya sebagai akibat peningkatan tersebut. Juga ada kemungkinan bahwa
peningkatan nilai lahan hanyalah berupa penghematan biaya transport yang berasal
dari fasilitas baru tersebut dan dengan demikian peningkatan nilai lahan ini sebenarnya
adalah cara lain untuk mengukur pengaruh yang menguntungkan yang sama seperti
pengurangan waktu perjalanan dan biaya transportasi lainnya. Sejauh mana peningkatan
nilai lahan itu merupakan pengalihan penurunan nilai lahan di tempat lainnya
dan sejauh mana peningkatan itu mencerminkan perubahan biaya transportasi orang-orang
yang tempatnya berdekatan dengan fasilitas baru itu, namun pertanyaan itu sulit
untuk dijawab.
Pembahasan selanjutnya lebih kami arahkan pada analisis
dampak penggunaan lahan terhadap perkembangan transportasi tentunya dalam
konteks keruangan. Pengembangan lahan yang sudah ada (existing use) merupakan
informasi yang paling penting pada perencanaan perluasan. Perencanaan perluasan
salah satunya diarahkan pada pengembangan transportasi yang lebih aksesibel sehingga
memberikan kemudahan dalam pergerakan barang, jasa, informasi, serta manusia.
Perkembangan suatu kawasan, harus ditunjang dengan peningkatan
kualitas serta kuantitas dari transportasi itu sendiri. Transportasi
dalam sudut pandang ini meliputi sarana dan prasarana seperti jalan dan moda sarana
transport.
Perencanaan pembangunan kawasan sangat mempengaruhi pola
pergerakan, dimana penggunaan lahan dan rencana distribusi spasialnya
merupakan penentu dalam pangadaan prasarana dan sarana transportasi yang menyebabkan
terjadinya interaksi. Hal yang penting dalam melancarkan interaksi antara tata guna
lahan dengan kebutuhan transportasi yang dapat mendukung aktifitas yang terdapat
pada masing-masing tata guna lahan tersebut. Untuk itu perencanaan
tata ruang perlu mendapat perhatian bersama oleh intansi terkait, dari
berbagai aktifitas tata guna lahan tersebut orang perlu melakukan perjalanan
dengan menggunakan sarana dan jaringan transportasi yang ada sehingga mengakibatkan
terjadinya arus orang, kendaraan, barang dan jasa dari dan ke aktivitas tata guna
lahan yang ada.
Faktor utama yang berkaitan terhadap terjadinya perubahan
penggunaan lahan serta kaitannya dengan transportasi yaitu: Kedekatan
dengan Pusat Kota sebagai pusat dari aktifitas masyarakat. Pusat Kota atau yang
lebih dikenal dengan CBD (Central Business Distric) merupakan pusat dari
seluruh aktifitas ekonomi, pemerintahan, pendidikan, dan social. Hal
ini yang mendorong perkembangan penggunaan lahan dan transportasi.
Berkembangnya suatu kawasan baik itu di perkotaan
maupun di perdesaan pada dasarnya mengarah pada kedekatan terhadap pusat atau centralnya, dalam hal ini dikenal dengan ”Towns”
untuk perkotaan dan ”Countryside” untuk perdesaan. Kedekatan dengan pusat atau
CBD, memberikan dampak positif baik dalam memperoleh pelayanan publik maupun dampak
’tricle down effect’. Berdasar kedua argumen tersebut, maka perlu pengkajian ulang
mengenai apa yang menjadi factor yang mempengruhi perkembangan suatu
transportasi sehingga berdampak pada perubahan penggunaan lahan ataupun
sebaliknya. Pada dasarnya terdapat satu faktor yang sangat mempengaruh, yaitu:
Aksesibilitas.
Setiap upaya peningkatan fasilitas transportasi akan
berdampak terhadap perubahan tataguna lahan apabila tidak ada upaya
pengendalian. Pengendalian ini sangat penting agar upaya peningkatan fasilitas transportasi dapat
bermanfaat dan berdayaguna seoptimal mungkin. Aksesibilitas memegang peran penting bagi
para pengembang lahan. Acapkali justru para pengembang lahan yang menciptakan
aksesibilitas ke lokasi yang dikembangkan agar kepentingan investasi dapat terwujud.
Studi Kasus Permasalahan Transportasi akibat
perubahan tata guna lahan di
Jakarta
Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia, sebagai
ibukota Negara, posisi Jakarta memegang posisi sangat penting dalam hal; politik,
ekonomi, dan perdagangan. Tidak salah, kalau akhirnya Jakarta diserbu oleh pendatang
(urban) yang berdatangan dari berbagai wilayah di Indonesia. berdasarkan catatan resmi
catatan sipil, tahun 2007, jumlah penduduk Jakarta adalah 7.706.392 jiwa, sedangkan
berdasarkan perkiraan, pada siang hari, penduduk Jakarta bisa mencapai 12 juta jiwa.
Yang menjadi persoalan dimana lahan yang tersedia tidak bertambah akan tetapi jumlah
penduduknya semakin hari semakin meningkat, dengan kata lain maka kebutuhan akan lahan
pun semakin meningkat.
Pengaturan tata guna lahan di Jakarta ini memang menjadi
suatu permasalahan yang sangat sulit dan rumit mengingat pertumbuhan dan
perkembangan nilai lahan yang sedemikian tinggi serta kepadatan bangunan yang sangat
tinggi pula. Pengaturan ini sudah diarahkan, baik dalam Jakarta 1965-1985 Master Plan,
maupun Jakarta 1985-2005 Structure Plan, namun implementasi-nya masih seringkali
berubah dan tidak sesuai karena adanya berbagai kebutuhan dan kendala. Sebagai contoh adalah kasus di Kuningan, pada awalnya
wilayah ini dalam Jakarta Struktur Plan 2005 diarahkan untuk pengembangan
kawasan campuran, dengan sebagian besar untuk pemukiman kelas atas yang disediakan
untuk para diplomat serta perkantoran. Tetapi sekarang kawasan ini tumbuh menjadi
kawasan perkantoran kelas satu termasuk kantor-kantor komersial. Hal ini terjadi
karena lokasi tersebut yang sangat strategis dibandingkan lokasi lain. Dari aspek accessibility kawasan ini mudah dicapai dari
segala arah, tetapi pelayanan transportasi tidak cukup baik. Jalur lalu lintas
sangat padat terutama pada jamjamsibuk.
Dengan kondisi ini maka kebijaksanaan tata guna lahan di
kawasan ini dirumuskan kembali dengan konsep superblock system dan high
rise building. Sebagai dampaknya kebutuhan transportasi meningkat pesat sedangkan
sarananya sangat terbatas, akibatnya kemacetan dan kepadatan lalu lintas tidak dapat
dihindarkan. Dengan luas area 325 ha dan lebih dari setengah juta
pekerja, maka kawasan ini sangat memerlukan alat dan sarana transportasi baru. Namun
dalam realitanya, walau terjadi perubahan fungsi kegiatan (tata guna lahan),
kebijaksanaan transportasi masih mengacu pada Jakarta Struktur Plan 2005, yang jelas-jelas
sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi perkembangan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa
kebijaksanaan penggunaaN lahan belum didukung dengan kebijaksanaan pengembangan
transportasi.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa kebijaksanaan tata
guna lahan yang baik belum tentu dapat mendukung pemecahan masalah transportasi,
Karena masih ditentukan oleh implementasi-nya yang banyak dipengaruhi oleh
factor-faktor lain yang dianggap lebih
penting dan mendesak dari penataan guna lahan itu sendiri.
Komentar