Sore terasa lambat di Pelabuhan Soekarno Hatta
Makassar. Orang-orang berkerumun saat kapal merapat. Mereka berancang-ancang
berebut meraih tangga kapal. Jam menunjukkan pukul 16.00. Beberapa saat
kemudian mesin berbunyi dan cerobong mengepulkan asap. Kapal bergerak pelan
meninggalkan pelabuhan , untuk kemudian menuju bagian tenggara Pulau Sulawesi.
Kapal itu lumayan sesak dengan penumpang dan aneka barang. Maklum, kapal
penumpang itu juga mengangkut banyak barang. Tetapi orang-orang tetap menikmati
perjalanan. Sesekali mereka ada di dek bagian atas untuk sekedar melihat
keindahan Selat Bone. Langit merah saga di Barat sana, yang menandakan sang
surya akan segera istrahat.
“Ke Bau-Bau juga ya?” tanya
seseorang bapak kepada Saya. “Saya dari antar anak untuk test di UNHAS,”
tambahnya tanpa di tanya. Terlihat ia begitu berharap anaknya dapat lulus.
Wajahnya memperlihatkan perjuangan dengan sorot mata yang menyala.
Waktu mulai gelap, suasana di
kapal mulai teratur dan dingin mulai menyergap. Beberapa penumpang mulai
mengeluh akan cuaca yang sepertinya begitu bergelombang hingga membuat kapal
terasa bergetar. Di dek bagian bawah deru gelombang dan ombak terus menyertai
perjalanan menuju Pulau Buton, Pulau yang berada si sebelah selatan Propinsi
Sulawesi Tenggara.
Manjelang pagi kegiatan terlihat mulai hidup. Beberapa
penumpang terlihat mengemas barang mereka agar lebih rapi dan sesekali
memeriksa untuk dipastikan tetap aman. Terlihat pula beberapa cleaning service
kapal sibuk membersihkan beberapa dek yang terlihat kurang bersih.
Sekitar pukul 11.00 WITA perjalanan semakin menarik.
Dari jauh dapat kulihat pemandangan sebuah pulau, pulau terbesar ke- 3 di
Sulawesi Tenggara. Dialah Pulau Kabaena, yang sekarang merupakan bagian dari
pemerintahan Kabupaten Bombana setelah sebelumnya merupakan bagian dari
Kabupaten Buton.
Pulau yang merupakan hasil
bentukan dari gunung berapi yang tidak aktif ini menyimpan kekayaan alam dan
keaneka ragaman flora serta fauna yang sangat banyak. Di Pulau ini pula
terdapat beberapa spesis burung endemik yang hanya terdapat di Pulau Kabaena.
Sangat Indah, meskipun kami hanya melewatinya dari bagian selatan pulau ini.
Semilir angin menambah
indahnya suasana. Hal lain yang turut membuat sejuk pemandangan adalah
segerombolan ikan lumba-lumba yang turut menampakkan diri seolah ingin memberi
salam dan menyampaikan betapa besar kuasa Allah. Subuhanallah, begitu indah.
Seusai shalat Dzuhur yang kami
jamak dengan Ashar di Mushallah kapal, kapten kapal mengumumkan bahwa kurang
lebih satu jam lagi Kapal Dobonsolo akan sandar di Pelabuhan Murhum Kota
Baubau. Ini artinya saya harus berkemas dan memeriksa kembali barang bawaan
untuk memastikan jika tidak ada yang tertinggal terlebih hilang.
Akhirnya, kapal berhasil
merapat di Pelabuhan Murhum. Pelabuhan yang kini sedang diperpanjang jaraknya
untuk memudahkan aktifitas bongkar muat peti kemas. Dari atas kapal sambil
menunggu tangga turun dipasang, kita dapat menyaksikan pemandangan indah Kota
Baubau.
Kota yang memiliki tekstur
berundak-undak ini sering di samakan dengan Kota Hongkang yang ada di Cina.
Walaupun tidak terdapat bangungan tinggi seperti di Hongkong tapi sudah cukup
mirip dengan tata kotanya. Dari bagian tertinggi kita bisa melihat keperkasaan
Benteng Keraton Buton. Benteng yang masuk dalam museum rekor Internasional ini
merupakan Benteng terluas di dunia. Sedangkan di bagian bawah kita pun bisa
menyaksikan hutan nan hijau yang merupakan kawasan hijau yang melindungi alisan
sungai yang bernama Kali Ambon. Sedangkan jauh ke Barat, jejeran perkantoran
mewah dengan kantor Wali Kota yang cukup menonjol dapat memanjakan mata kita.
Untuk bagian Barat dan Utara juga tidak kalah, ada Tugu Kota dan Pulau Pasir
yang indah yang bernama Pulau Makassar. Subuhanallah, begitu indah.
Kakiku pun melangkah menuruni
anak tangga, menandakan Alhamdulillah petualangan Kapal Pelni usai..
(bersambung)
Wallahu Ta’ala A’lam bissawab.
Komentar