Langsung ke konten utama

Urugensi Pengaturan Zona Dalam Upaya Pengendalian Pemanfaatan Ruang Daerah Berkelanjutan


Dalam mewujudkan kualitas ruang berkelanjutan yang sesuai dengan rencana tata ruang, diperlukan instrument pengendalian yang mencakup seluruh aspek penataan ruang. Dalam hal ini, instrumen tersebut dapat digunakan sebagai pengendalian pemanfaatan ruang wilayah/daerah untuk mengarahkan pemanfaatan zona, terutama terkait erat dengan aktivitas kota yang berkembang yang seringkali memberikan dampak buruk bagi kepentingan umum. Pasca diterbitkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebabkan terjadinya perubahan dalam hal penataan ruang, dimana daerah mempunyai hak penuh untuk melaksanakan penataan ruang di daerahnya. Pergantian sistem pemerintahan tersebut berdampak positif terhadap penataan ruang diantaranya adalah Pemerintah Daerah dapat mengawasi pembangunan di daerahnya secara bertanggungjawab penuh sehingga pembangunan sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang perlu ditindaklanjuti melalui pengaturan zona (zone regulation). Peraturan Zonasi (Zoning Regulation)adalah ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan. Suatu zona mempunyai aturan yang seragam (guna lahan, intensitas, massa bangunan), namun satu zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran dan aturan.


KEDUDUKAN PERATURAN ZONASI DALAM SISTEM PERENCANAAN

Pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2007 antara lain dilaksanakan melalui penerapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman
pengendalian pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi ditetapkan berdasarkan :
a. Peraturan Pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional;
b. Peraturan Daerah Provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota untuk peraturan zonasi sistem kabupaten/ kota.
Penyusunan peraturan zonasi didasarkan pada rencana rinci tata ruang. Dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang dan terbagi atas :
a. Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
b. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
c. Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota (RDTRK) dan rencana tata ruang kawasan strategis 
     Kabupaten / Kota

Rencana rinci tata ruang perlu disusun apabila:
  • Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang  dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau
  • Rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan.
Berpijak pada undang-undang tersebut di atas, sehingga dapat dikatakan bahwa peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/ zona peruntukan yang pembagian zonanya ditetapkan dalam rencana rinci tata ruang. Peraturan Zonasi Provinsi merupakan penjabaran detail dari indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. Sedangkan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota merupakan penjabaran detail dari ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten/kota dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Untuk lebih jelasnya mengenai kedudukan penyusunan peraturan zonasi dan kedudukannya dalam sistem perencanaan, dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 berikut ini :
   

Dalam penyusunan peraturan zonasi, defi nisi dan klasifi kasi penggunaan lahan yang jelas secara hukum sangat diperlukan untuk menjadi landasan utama dan sebagai acuan untuk menentukan apakah suatu permohonan pemanfaatan akan sesuai dengan rencana atau tidak. Klasifi kasi penggunaan lahan yang jelas menentukan ijin dapat diberikan atau ditolak (Winarso, 1995). ruang. Selain menentukan klasifikasi pemanfaatan ruang, harus pula ditentukan klasifikasi perubahan pemanfaatan ruang, baik yang diizinkan maupun yang tidak diizinkan.Pengklasifi kasian pemanfaatan ruang harus jelas, seragam, dan sederhana (tetapi tidak terlalu sederhana) dan harus berlaku umum di seluruh Indonesia sehingga rencanarencana pemanfaatan ruang dapat ditetapkan secara seragam untuk memudahkan proses pengendalian pemanfaatan

Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.


PERENCANAAN RUANG DI INDONESIA

Terdapat dua sistem pemanfaatan ruang, yaitu pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kepastian hukum yang berupa peraturan Zoning (Regulatory System) dan pemanfaatan ruang yang proses pengambilan keputusannya didasarkan pada pertimbangan lembaga perencanaan yang berwenang untuk masing-masing proposal pembangunan yang diajukan (discretionary system).
Sistem perencanaan di Indonesia terdiri atas perencanaan sektoral dan spasial yang dilaksanakan di tiap tingkatan wilayah (Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota). Setiap rencana tata ruang tersebut memiliki kekuatan hukum masingmasing. Dokumen rencana yang disahkan sebagai peraturan perundangan yang mengikat masyarakat dan juga aparat pemerintah tersebut berlaku sebagai landasan utama dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. Namun demikian, rencana tata ruang di Indonesia tidak diterapkan di lapangan dengan tingkat kedisiplinan yang sama dengan dokumen zoning pada sistem regulatory.
Adanya pertimbangan-pertimbangan khusus pemerintah daerah yang berwenang, tidak jarang dituangkan menjadi peraturan perundangan (surat keputusan, instruksi, dan sebagainya) yang turut berpengaruh dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. Proses pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan rencana tata ruang yang sah tersebut. Penataan ruang di Indonesia telah diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang masih perlu dilengkapi dengan berbagai aturan dan peraturan pelaksanaan lain yang mendukungnya. Selama ini penataan ruang tidak mudah untuk dilaksanakan. Salah satunya karena sangat sulit untuk dibuat dan dilaksanakan dalam konteks dimana penghormatan terhadap hukum, profesionalisme, dan daya tanggap (responsiveness) terhadap masyarakat sangat rendah. Masyarakat belum ditempatkan pada posisi yang kuat dan partisipatif dalam menciptakan penataan ruang yang adil dan setara (equity).

TANTANGAN OPERASIONALISASI PENGATURAN ZONASI

Kendala yang dihadapi daerah terutama pada tataran Pemerintah Kabupaten atau Kota di Indonesia, dengan adanya rencana tata ruang berjenjang adalah:
  • keterbatasan kemampuan di dalam menyusun semua jenjang rencana,
  • tidak fleksibelnya rencana tata ruang kawasan (rencana rinci / detil) di dalam menghadapi perkembangan yang terjadi; dan
  • tidak terjembataninya rencana-rencana tata ruang tersebut ke dalam langkah operasional pelaksanaan pembangunan.
Untuk itu diperlukan program tindak pelaksanaan dan pengendaliannya agar sesuai dengan rencana tata ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang dalam pelaksanaannya tidak selalu sejalan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Ketidaksesuaian atau pelanggaran tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya seperti tekanan perkembangan pasar terhadap ruang, belum jelasnya mekanisme pengendalian dan lemahnya penegakan hukum. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa untuk mewujudkan terciptanya pembangunan yang tertib ruang diperlukan tindakan pengendalian pemanfaatan ruang. Kecenderungan penyimpangan tersebut dapat terjadi karena produk rencana tata ruang kurang  kurang memperhatikan rencana tata ruang. Pengendalian pemanfaatan tata ruang dilakukan agar pemanfaatan tata ruang dapat berjalan sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam kaitannya dengan perencanaan di tingkat kabupaten/ kota, Ibrahim (1991) menyebutkan bahwa ada tiga jenis pelanggaran/perubahan terhadap dokumen rencana tata ruang, yaitu :
  1. Perubahan fungsi, yaitu perubahan yang tidak sesuai dengan fungsi lahan yang telah ditetapkan dalam rencana, yaitu fungsi yang ditetapkan dalam Rencana Umum Tata Ruang.
  2. Perubahan blok peruntukan, yaitu pemanfaatan yang tidak sesuai dengan arahan peruntukan yang telah ditetapkan, yaitu perubahan Koefi sien Dasar Bangunan (KDB), Koefi sien Lantai Bangunan (KLB) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) dari tiap blok yang ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang.
  3. Perubahan persyaratan teknis, yaitu pemanfaatan sesuai fungsi dan peruntukan, tetapi persyaratan teknis bangunan tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana dan peraturan bangunan setempat, yaitu persyaratan teknis yang ditetapkan dalam rencana tapak kawasan dan perpetakan yang menyangkut tata letak dan tata bangunan beserta sarana lingkungan dan utilitas umum. Menghadapi tantangan atas pelanggaran/perubahan yang seringkali terjadi sebagaimana diuraikan di atas, maka dalam peraturan zonasi seyogyanya memuat :
  • ketentuan yang harus, boleh dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang.
  • amplop ruang (koefi sien dasar hijau/KDH, koefisien dasar bangunan/KDB, koefisien lantai bangunan/KLB, dan garis sempadan bangunan/GSB).
  • Penyediaan sarana dan prasarana.
  • Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan antara lain : ketentuan kawasan keselamatan operasional penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi.
topik utamaUrgensi Pengaturan Zona Dalam Upaya Pengendalian Pemanfaatan Ruang Daerah Berkelanjutan
*
KEWAJIBAN DAN KEWENANGAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan keadilan, mengurangi konflik, dan dampak negatif pemanfaatan ruang serta menjamin berlangsungnya pembangunan kota yang efisien, efektif, serta sesuai dengan fungsi dan konsisten dengan rencana tata ruang. Oleh karenanya, pemerintah wajib menjalankan fungsi pengendalian pemanfaatan ruang. Kewenangan pengendalian pemanfaatan tata ruang berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang berada di pemerintah sebagai pelaksana pembangunan. Dalam proses dan pelaksanaannya, pemerintah menjalankan peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang ini. Dalam menjalankan kewajiban ini, pemerintah mempunyai beberapa kewenangan dengan azas-azas sebagai berikut :
  • Hak atas lahan (Bundles of Right) Kewenangan untuk mengatur hak atas lahan, hubungan hukum antara orang/badan dengan lahan dan perbuatan hukum mengenai lahan
  • Kewenangan pengaturan dan pengendalian (Policy Power) Policy power merupakan kewenangan dalam menerapkanperaturan hukum untuk meningkatkan kesehatan umum,keselamatan moral, dan kesejahteraan. Kewenangan inijuga meliputi kewenangan untuk melakukan pengaturan,pengawasan, dan pengendalian pembangunan di atas lahan maupun kegiatan-kegiatan manusia yang menghuninya.
  • Penguasaan tertinggi atas lahan (Eminent Domain) Penguasaan tertinggi atas lahan dimungkinkan untukdiberlakukan apabila masyarakat menghendaki dan denganalasan untuk kepentingan umum, pemanfaatan lahan yangtelah ada dapat dilakukan tindakan pengambil alihan ataupencabutan hak atas tanah.
  • Pajak dan Retribusi (Taxation) Pajak merupakan beban/pungutan/pengenaan yangdilandasi kewajiban hukum terhadap perorangan/kelompok,namun pengenaan tersebut hanya untuk masyarakat dandigunakan untuk kepentingan umum, tidak dinikmatilangsung, bersifat paksaan, dan tidak diskriminasi.
  • Kewenangan Belanja/investasi publik (Spending Power) Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat diidentifi kasibahwa wewenang pemerintah terkait dengan peraturan zonasiyakni:
  1. Pemerintah Pusat : menyebarluaskan informasi yangberkaitan dengan arahan peraturan zonasi untuk sistem nasionalyang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruangwilayah nasional; dan
  2. Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota : menyebarluaskan infomasi yang berkaitan dengan arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi dan kabupaten/kota yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
FUNGSI UTAMA PERATURAN ZONASI DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Peraturan Zonasi daerah disusun sesuai dengan kewenangan dan kepentingan setiap jenjang wilayah administratif sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah masing-masing dan bersifat saling melengkapi. Terdapat beberapa fungsi utama dari peraturan zonasi, yakni:
  1. Sebagai instrumen pengendalian pembangunan Peraturan zoning yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pengawasannya.
  2. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional Ketentuan zoning dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan tentang penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci.
  3. Sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan. Ketentuan zoning mencakup tata guna lahan, intensitas pembangunan, tata bangunan, prasarana minimum, dan standar perencanaan.
Tujuan akhir dari peraturan zonasi diantaranya adalah :
  1. Menjamin bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan dapat mencapai standar kualitas local minimum (health,safety, and welfare);
  2. Melindungi atau menjamin agar pembangunan baru tidak mengganggu penghuni atau pemanfaat ruang yang telah ada;
  3. Memelihara nilai properti;
  4. Memelihara/memantapkan lingkungan dan melestarikan kualitasnya;
  5. Menyediakan aturan yang seragam di setiap zona;
  6. Mengurangi kemacetan lalu lintas, menjamin keselamatan dari kebakaran, kepanikan, dan bahaya lain; mendorong kesehatan dan kesejahteraan umum, menyediakan cahaya dan udara yang cukup; mencegah terlalu padat, menghindarkan konsentrasi penduduk berlebihan, menyediakan fasilitas transportasi, air bersih, saluran buangan, sekolah, taman dan kebutuhan publik lainnya”
Catatan: zoning harus dibuat sesuai dengan RTRW dan pertimbangan yang beralasan/masuk akal (misal: Karakter kawasan, kesesuaian dengan guna lahan tertentu, konservasi nilai bangunan, dan mendorong guna lahan yang paling tepat).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil program studi Teknik Planologi (Perencanaan wilayah dan Kota)

                Sebagai seorang mahasiswa planologi saya menyadari bahwa pengetahuan masyarakat mengenai program studi / jurusan ini sangat kurang, khususnya bagi para calon – calon mahasiswa yang sedang mencari jurusan untuk melanjutkan studinya .          Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama Teknik Planologi, merupakan salah satu program studi di UIN Alauddin Makassar, berdiri pada tahun 2006 silam. PWK adalah program studi yang berkaitan dengan berbagai bidang ilmu yang lain, baik ilmu keteknikan maupun sosial ekonomi.

Sedikit Cerita Tentang Perjalananku Dari Makassar Menuju Ke Kabaena (Desa Pongkalaero).

ku awali cerita ini, dengan bismillahirrahmani rahim. atau unduh Hari ini adalah tanggal 14 Februari 2012, yaitu hari dimana Aku akan pulang kampung karena ada libur panjang semester ganjil. Segala sesuatu telah Aku persiapkan untuk pulang kampung kali ini. Hehehehe maklumlah ini adalah kali pertama ku pulang kampung pada liburan semester ganjil. Tak lupa kacamata hitam ku sambar dari atas meja dan berpose layaknya artis (vokalis Band Radja kali yee). Setelah semua barang-barang sudah siap mulai dari tiket hingga kacamata kini Aku pun siap untuk berangkat.. upsss.. motor blade keluaran tahun 2009 silver ku lupa di amankan. Akhirnya dengan susah-payah dan agak terburu-buru karena takut kemalingan dan ketinggalan kapal, aku menaruh motor itu di dalam kamar tidur dan menguncinya rapat - rapat di rumah kontrakanku (heheh maklum mahasiswa ngontrak rumah lahh..). setelah semuanya beres waktunya untuk berangkat, eh tiba-tiba Aku kebelet pipis lagi.. upss mungkin pengaruh kesenangan ka

TENTANG KOTA METROPOLITAN

Metropolitan   adalah :   istilah untuk menggambarkan suatu kawasan perkotaan yang relatif besar, baik dari ukuran luas wilayah, jumlah penduduk, maupun skala aktivitas ekonomi dan sosial. Secara etimogi (asal kata) kata metropolitan (kata benda) atau metropolis (kata sifat) berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu kata meter yang berarti ibu dan kata polis yang berari kota. (Wackerman, 2000). Pada masa itu, metropolitan memiliki makna sebagai “kota ibu” yang memiliki kota-kota satelit sebagai anak, namun dapat juga berarti pusat dari sebuah kota, sebuah kota negara (city-state), atau sebuah propinsi di kawasan Mediterania (Winarso, 2006). Definisi kawasan metorpolitan yang relevan dalam konteks negara Indonesia, yaitu berdasarkan Undang-Undang Tahun 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang tersebut mendefinisikan kawasan metropolitan sebagai kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan