Kabupaten BOMBANA adalah sebuah daerah yang secara geografis memiliki SDA (Sumber Daya Alam) yang tidak sedikit potensinya, kontur wilayah yang dikelilingi oleh lapisan pegunungan nan hijau dan pantai yang asri, serta pulau-pulau kecil yang senantiasa mengelilingi kabupaten penghasil tambang emas dan nikel tersebut, semakin menambah nilai eksotika dan estetika yang tentunya sangat baik bagi stimulus pertumbuhan perekonomian lokal.
Sementara dilain hal, pekerjaan rumah (PR) Pemerintah daerah saat ini sedang mengalami disorientasi dalam hal pemanfaatan SDA, hal ini sangat jelas terlihat dari beberapa perencanaan kebijakan, baik dari segi Legislasi dan Pengawasan (DPR) serta dalam hal penerapan kebijakan sebagai produk hukum daerah yang mengikat kepada segenap masyarakat, lembaga dan investor lokal maupun asing yang masih kurang maksimal.
Hal tersebut secara otomatis berdampak pesat bagi pertumbuhan perekonomian local apalagi pemerintah provinsi mengusung daerah Kawasan ekonomi khusus (KEK) dan menjadikan kabupaten bombana sebagai salah satunya oleh karena itu sebagai acuan dasar kebijakan pemerintah dalam hal membangun perekonomian lokal khususnya lewat pengelolaan SDA, sejak awal melepaskan diri dari kab. Buton sampai dengan hari ini belum mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagaimana yang diamanatkan pada Bab I, Pasal 1(4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah hasil perencanaan tata ruang, demikian yang dimaksud dalam Bab I, Pasal 1(4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Sehingga RTRW seharusnya menjadi pilar utama sebagai pintu masuk awal dan utama (main entrance) dalam hal perencanaan pembangunan sekaligus kekuatan perekonomian lokal.
Mengapa demikian? sebab perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan azaz keserasian, keselarasan dan keseimbangan fungsi budi daya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya, serta fungsi pertahanan keamanan; aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang. Perencanaan tata ruang juga mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya.
Sementara itu, Rencana tata ruang dibedakan atas; (1) Rencana tata ruang (RTR) Wilayah Nasional; (2) Rencana Tata Ruang (RTR) Wilayah Propinsi; dan (3) Rencana Tata Ruang (RTR) Wilayah Kabupaten/Kota. Masing-masing RTR Wilayah (RTRW) ini memiliki isi dan tujuan tertentu.
Salah satu bentuk tata ruang seperti RTR Wilayah Kabupaten/Kota, secara detail (rinci) berisikan tentang; (1) pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya; (2) pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu, (3) sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan dan perkotaan; (4)sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan; (5)penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Semua Sumberdaya Alam (SDA), sosial dan lingkungan buatan dalam skala wilayah kabupaten/kota diatur dan ditata disini.
Perletakan kawasan lindung, kawasan budidaya direncanakan dan juga dirancang di RTR ini. Karenanya, fungsi RTRW Kabupaten/Kota ini berdasarkan UU No. 24 tahun 1992 seharusnya menjadi pedoman untuk penetapan lokasi investasi serta menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat di kabupaten atau di kota tersebut.
Dengan demikian, berdasarkan gambaran diatas, seharusnya Kab. Bombana telah mampu menciptakan suasana dan kondisi yang paling tidak, nyaman bagi masyarakat dan investor local maupun asing untuk tetap bertahan dan menetap di Bombana. Jika demikian adanya rasanya kita perlu mereview kembali mengenai realisasi kebijakan serta tanggung jawab mereka (Eksekutif dan legislatif) sebagai aparatur daerah.
Komentar