Guna mengantisipasi dinamika perkembangan Kota Baubau yang semakin dinamis, maka perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang di Kota Baubau perlu dilakukan secara integral melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Baubau (RTRW). Hal ini ditujukan agar terjadi kesesuaian antara penggunaan ruang terhadap kapasitas maksimal daya tampung Kota Baubau guna menciptakan keserasian dan keseimbangan lingkungan, baik dari segi fungsi dan intensitas penggunaan tanah antar bagian wilayah kota maupun dalam satu bagian wilayah kota. Disamping itu, ditujukan pula bagi upaya mengoptimalkan pemanfaatan ruang untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pelayanan sarana dan prasarana perkotaan sesuai dengan jenjang fungsinya masing-masing.
Pengembangan tata ruang Kota Baubau ditempuh dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama mendorong pertumbuhan kota melalui pengembangan kegiatan yang diarahkan sedemikian rupa untuk menciptakan jenjang dan skala pelayanan yang jelas serta mengedepankan pemerataan antarkecamatan dan antar Bagian Wilayah Kota (BWK).
Pendekatan kedua ditempuh dengan menciptakan struktur ruang kota yang meluas kearah kawasan-kawasan pinggiran. Langkah ini ditempuh dengan cara mengembangkan jaringan jalan dan pengembangan fasilitas-fasilitas kota di sub pusat pelayanan di pinggiran kota. Untuk itu, dilakukan berbagai studi khusus bagi pengembangan wilayah-wilayah strategis, antara lain adalah studi pengembangan Kawasan Industri Pariwisata dan Perikanan Terpadu (KIPPT), studi Pengembangan Kawasan Palagimata, studi Master Plan Pengembangan Kawasan Kotamara, penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah, penyusunan Rencana Tata Letak Bangunan kawasan Bukit Wolio Indah dan penyusunan Tatanan Transportasi Lokal (Tatralok).
Dalam penataan ruang kota, masing-masing satuan sistem palayanan memiliki kedudukan yang penting sebagai dasar perencanaan yang lebih detail. Satuan berupa Bagian Wilayah Kota (BWK) dikelompokkan sesuai kesamaan fungsi, adanya pusat tersendiri, kedekatan aksesbilitas, dan batasan-batasan baik fisik maupun administrasi. Rencana pembagian BWK, penetapan fungsi, dan pusat pelayanannya di Kota Baubau adalah sebagai berikut :
1. | BWK I meliputi seluruh Kawasan Pusat Kegiatan Perkotaan. Secara administrasi BWK I meliputi Kelurahan Wale, Tomba, Batara Guru, Wangkanapi, dan Bukit Wolio Indah. Fungsi utama yang dikembangkan meliputi perkantoran swasta, pusat perdagangan, dan jasa jenis perdagangan grosir dengan skala pelayanan regional dan kota. Sebagai pusat pelayanan ditunjuk Kelurahan Wale. |
2. | BWK II dikembangkan dengan fungsi pendukung perdagangan grosir, dan perdagangan eceran. Secara fisik BWK ini dibatasi oleh Sungai Baubau di bagian timur dan meliputi Kelurahan Kaobula, Nganganaumala, Lanto, Wajo, Melai, Lamangga, Tarafu, Wameo, Bone-Bone, dan Tanganapada. BWK ini dipusatkan di Kelurahan Wameo. |
3. | BWK III dikembangkan dengan fungsi sebagai kawasan pusat pendidikan tinggi dan pusat pemerintahan kota. Dikembangkan dengan pusat di Katobengke mencakup wilayah-wilayah Kelurahan Lipu, Sula’a, Badia, dan Waborobo. |
4. | BWK IV dikembangakan dengan fungsi sebagai pusat permukiman kota, industri pengolahan, dan pergudangan. Sebagai pusat pelayanan adalah Kelurahan Waruruma dengan cakupan pelayanan meliputi Kelurahan Kadolokatapi, Kadolomoko, Waruruma, dan Lakologou di arah utara sampai batas Sungai Bungi. |
5. | BWK V diarahkan untuk fungsi pertanian tanaman pangan, perikanan, perdagangan hasil-hasil pertanian, dan pengembangan pusat permukiman kota. Berpusat di Liabuku mencakup seluruh wilayah Kecamatan Bungi. |
6. | BWK VI dikembangkan dengan fungsi utama pertanian hortikultura, perkebunan, dan kehutanan, didukung kegiatan perdagangan dan pengolahan hasil-hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan. BWK ini dipusatkan di Kaisabu dengan wilayah pelayanan meliputi seluruh kelurahan di Kecamatan Sorawolio. |
Pengembangan tata ruang Kota Baubau ditempuh dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama mendorong pertumbuhan kota melalui pengembangan kegiatan yang diarahkan sedemikian rupa untuk menciptakan jenjang dan skala pelayanan yang jelas serta mengedepankan pemerataan antarkecamatan dan antar Bagian Wilayah Kota (BWK).
Pendekatan kedua ditempuh dengan menciptakan struktur ruang kota yang meluas kearah kawasan-kawasan pinggiran. Langkah ini ditempuh dengan cara mengembangkan jaringan jalan dan pengembangan fasilitas-fasilitas kota di sub pusat pelayanan di pinggiran kota. Untuk itu, dilakukan berbagai studi khusus bagi pengembangan wilayah-wilayah strategis, antara lain adalah studi pengembangan Kawasan Industri Pariwisata dan Perikanan Terpadu (KIPPT), studi Pengembangan Kawasan Palagimata, studi Master Plan Pengembangan Kawasan Kotamara, penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah, penyusunan Rencana Tata Letak Bangunan kawasan Bukit Wolio Indah dan penyusunan Tatanan Transportasi Lokal (Tatralok).
Komentar