Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Pongkalaero, via telepon selular, kemarin. Samsul yang mengaku berada di lokasi kejadian mengungkapkan, saat kejadian dirinya bersama PT AHB dan beberapa anggota kepolisian berada di basecamp PT PNS untuk membicarakan soal mobilisasi warga untuk melakukan penanaman di kawasan KP PT AHB. Kabarnya, warga melakukan penanaman karena diimingimingi biasa Rp3.000 per meternya. Pihak PT AHB meminta agar mobilisasi warga untuk melakukan penanaman tidak dilakukan karena lahan tersebut merupakan masuk dalam KP PT AHB. Lahan dimaksud jelas bukan kebun masyarakat seperti dibeberkan karena selama puluhan tahun menjadi lahan konsesi PT INCO, yang kemudian oleh pemerintah diserahkan pemanfaatannya kepada PT AHB. "Kebetulan di sekitar lokasi ada kelapa sehingga beberapa anggota Brimob yang haus dan ingin menikmati buah kelapa berinisiatif menembak buahnya," katanya. Bagi Samsul, hadirnya kepolisian sangat wajar dan memang diperlukan untuk
menghindari timbulnya konflik terkait lahan KP antara PT AHB dan PT PNS. Yang disayangkan Samsul, dimanfaatkannya masyarakat untuk kepentingan tertentu yang kemudian seolah-olah terjadi tindakan represif oleh aparat kepolisian. "Aneh, puluhan tahun lahan tak dimanfaatkan, tetapi karena adanya mobilisasi yang dilakukan dengan imbalan Rp3.000 per meternya masyarakat kini masuk membuka areal eks INCO yang telah menghutan untuk ditanami," kata Samsul. Hal senada diungkapkan Eko Prayitno. Eko megungkapkan penolakan warga seperti dibeberkan Kades Pongkalaero tidaklah semuanya benar. Sebab, pihaknyalah yang pertama mengantongi izin dari pemerintah. Apalagi, lahan yang dimanfaatkan adalah lahan eks INCO. "Kalau ada tanaman masyarakat yang berada di lahan dimaksud, mengingat telah puluhan tahun tak dimanfaatkan PT INCO, maka kami telah dan akan lakukan ganti rugi. Hanya yang diganti itu tanaman yang telah tua, bukan tanaman yang baru ditanam seperti yang dilakukan warga sekarang karena kabarnya adanya iming-iming biaya penanaman," kata Eko via telepon selularnya. PT AHB versus PT PNS Perseteruan di lokasi eks lahan konsesi PT INCO memang telah menjadi bahan pemberitaan Kendari Pos. Pasalnya, ada dua perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan nikel, masing-masing PT PNS dan PT AHB yang memperebutkan kuasa pertambangan atas lahan kontrak karya eks PT INCO di wilayah Malapulu. Kedua perusahaan tersebut merasa memiliki legalitas untuk menjalankan usahanya masing-masing di lokasi yang sama. Bila PT PNS mengantongi izin eksplorasi dan izin usaha produksi yang dikeluarkan pada era Bupati Bombana, Atikurrahman, sedangkan PT AKB izinnya dikeluarkan oleh Gubernur Sultra. Pada era pemerintahan Bupati Atikurahman, surat Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT AHB pernah diterbitkan, namun dibatalkankan lagi. Setelah itu, Atikurrahman mengeluarkan keputusan Bupati Bombana nomor 438 tahun 2009 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi kepada PT PNS. Atikurahman juga telah mengeluarkan surat bernomor 395 tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT PNS. Namun belum memperoleh hasil dari izin yang dikantongi ternyata PT PNS harus menelan pil pahit seiring berakhirnya masa jabatan Bupati Bombana, Atikurahman. Oleh Pj Bupati Bombana, Hakku Wahab mengeluarkan keputusan bupati yang mencabut keputusan Bupati Atikurrahman tentang persetujuan izin eksplorasi maupun keputusan bupati tentang peningkatan izin eksplorasu menjadi izin operasi produksi kepada PT PNS. Dalam pertimbangan keputusan Pj Bupati Hakku Wahab yang mencabut izin PT PNS diketahui, pembatalan dilakukan karena terjadinya tumpang tindih dengan lokasi PT AHB, yang izinnya telah dikeluarkan lebih dahulu oleh Gubernur Sultra. Izin dikeluarkan oleh Gubernur Sultra karena wilayah eks PT INCO di Malapulu tersebut berada di daerah perbatasan dua kabupaten, sehingga merupakan kewenangan Gubernur Sultra. Kinerja pemerintah yang tak konsisten sehingga merugikan PT PNS tersebut tentu saja diprotes Branc Manager PT PNS, Ervandy Ruslan SE. Pembatalan sepihak yang dikeluarkan Pemkab Bombana dianggap sebagai bentuk kesewenang-wenangan. Apalagi, sejak awal pihaknya telah mengikuti berbagai prosedur agar mengantongi izin eksplorasi dan izin operasi pertambangan
Sebagai seorang mahasiswa planologi saya menyadari bahwa pengetahuan masyarakat mengenai program studi / jurusan ini sangat kurang, khususnya bagi para calon – calon mahasiswa yang sedang mencari jurusan untuk melanjutkan studinya . Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama Teknik Planologi, merupakan salah satu program studi di UIN Alauddin Makassar, berdiri pada tahun 2006 silam. PWK adalah program studi yang berkaitan dengan berbagai bidang ilmu yang lain, baik ilmu keteknikan maupun sosial ekonomi.
Komentar