lukita purnamasari
- PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan jumlah
pulau yang mencapai 17.508 dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km
(DKP, 2008). Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber
pendapatan masyarakat Indonesia. Secara umum, wilayah pesisir dapat
didefenisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut
dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang rentan
(Beatly et al, 2002).
Menurut Kay dan Alder pesisir adalah wilayah yang
unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat
bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh lagi, wilayah pesisir merupakan wilayah
yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan.
Departemen Kelauatan dan Perikanan dalam rancangan Undang-undang Pengelolaan
Wilayah Pesisir Terpadu mendefenisikan wilayah pesisir sebagai kawasan
peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang terletak
antara batas sempadan kea rah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut
sejauh pengaruh aktivitas dari daratan. Wilayah pesisir memilikinilai ekonomi
tinggi, namun terancam keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan bernilai
ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula,
maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat
dikelola secara berkelanjutan.
Transisi antara daratan dan lautan di wilayah
pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta
memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan
pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi
“nilai” wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap
pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan
yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir
(Nurmalasari, 2001)
Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang
memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki kepedulian terhadap wilayah ini,
khususnya di bidang lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Secara historis, kota-kota penting dunia bertempat
tidak jauh dari laut. Alasannya, kawasan ini memiliki potensi sumber daya
kelautan dan perikanan, serta memudahkan terjadinya perdagangan antar daerah,
pulau dan benua. Selain itu, wilayah pesisir juga merupakan daerah penghambat
masuknya gelombang besar air laut ke darat, yaitu dengan keberadaan hutan
mangrove (Muttaqiena dkk, 2009).
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui bagaimana melakukan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan
berkelanjutan yang berbasis masyaraka. Disamping itu juga untuk mengetahui manfaat,
masalah dan konsep pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.
- PENGERTIAN
DAN KARAKTERISTIK WILAYAH LAUT DAN PESISIR
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU No. 6/1996
tentang Perairan Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup :
- Laut
territorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari
garis pangkal kepulauan Indonesia,
- Perairan
Kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis
pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman dan jarak dari
pantai,
- Perairan
Pedalaman adalah semua peraiaran yang terletak pada sisi darat dari garis
air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk didalamnya semua bagian
dari perairan yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup
Menurut Dayan, perairan pedalaman adalah perairan
yang terletak di mulut sungai, teluk yang lebar mulutnya tidak lebig dari 24
mil laut dan di pelabuhan. Karakteristik umum dari wilayah laut dan pesisir
dapat disampaikan sebagai berikut :
- Laut
meruapakan sumber dar “common property resources” (sumber daya milik
bersama), sehingga kawasan memiliki fungsi public/kepentingan umum.
- Laut
merupakan “open access regime, memungkinkan siapa pun untuk memanfaatkan
ruang untuk berbagai kepentingan.
- Laut
persifat “fluida”, dimana sumber daya (biota laut) dan dinamika
hydrooceanography tidak dapat disekat/dikapling.
- Pesisir
merupakan kawasan yang strategis karena memiliki trografi yang relative
mudah dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan
memanfaatkan laut sebagai “prasarana” pergerakan.
- Pesisir
merupakan kawasan yang akan sumber daya alam, baik yang terdapat di ruang
daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia.
Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya
alamnya memiliki makna strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena
dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Disamping itu,
fakta-fakta yang telah dikemukakan beberapa ahli dalam berbagai kesempatan,
juga mengindikasikan hal yang serupa. Fakta-fakta tersebut antara lain adalah :
- Secara
sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60%
dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari
garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal
perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan dating.
- Secara
administratif kurang lebih 42 Daerah Kota dan 181 Daerah Kabupaten berada
di pesisir, dimana dengan adanya otonomi daerah masing-masing daerah
otonomi tersebut memiliki kewenangan yang lebih luas dalam pengolahan dan
pemanfaatan wilayah pesisir.
- Secara
fisik, terdapat pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi yang tersebar mulai
dari Sabang hingga Jayapura, dimana didalamnya terkandung berbagai asset
sosial (Social Overhead Capital) dan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi
dan financial yang sangat besar.
- Secara
ekonomi, hasil sumberdaya pesisir telah memberikan kontribusi terhadap
pembentuka PDB nasional sebesar 24% pada tahun 1989. Selain itu, pada
wilayah ini juga terdapat berbagai sumber daya masa depan (future
resources) dengan memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini
belum dikembangkan secara optimal, antara lain potensi perikanan yang saat
ini baru sekitar 58,5% dari potensi lestarinya yang termanfaatkan.
- Wilyah
pesisir di Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen (exporter)
sekaligus sebagi simpul transportasi laut di Wilayah Asia Pasifik. Hal ini
menggambarkan peluang untuk meningkatkan pemasaran produk-produk sektor
industri Indonesia yang tumbuh cepat (4%-9%)
- Selanjutnya,
wilayah pesisir juga kaya akan beberapa sumber daya pesisir dan lauatan
yang potensial dikembangkan lebih lanjut meliputi (a) pertambangan dengan
diketahuinya 60% cekungan minyak, (b) perikanan dengan potensi 6,7 juta
ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan di dunia,
(c) pariwisata bahari yang diakui duniadengan keberadaan 21 spot
potensial, dan (d) keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (natural
biodiversity) sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan “ecotaurism”.
- Secara
biofisik, wilayah pesisir di Indonesia merupakan pusat biodiversity laut
tripis dunia kerena hamper 30% hutan bakau dan terumbu karang dunia
terdapat di Indonesia.
- Secara
politik dan hankam, wilayah pesisir merupakan kawasan perbatasan antar
Negara maupun antar daerah yang sensitive dan memiliki implikasi terhadap
pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
- PENGERTIAN
PENGELOLAAN PESISIR SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN YANG BERBASIS
MASYARAKAT
3.1. Pengelolaan Pesisir Terpadu
Menurut Sain dan Krecth Pengelolaan Pesisir
Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang berjalan secara terus menerus,
dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan dan
perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan lautan. Bagian penting dalam
pengelolaan terpadu adalah perancangan proses kelembagaan untuk mencapai
harmonisasi dalam cara yang dapat diterima secara politis.
3.2. Pengelolaan Pesisir Secara
Berkelanjutan
Suatu kegiatan dikatakan keberlanjutan, apabila
kegiatan pembangunan secara ekonomis, ekologis dan sosial politik bersifat
berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan
pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital
(capital maintenance), dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien.
Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud harus
dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan,
dan konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity),
sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu,
berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan
pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas
sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat
(dekratisasi), identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan (Wiyana, 2004).
3.3.
Pengelolaan Pesisir Berbasis Masyarakat
Pengelolaan berbasisi masyarakat dapat diartikan
sebagai suatu system pengelolaan sumber daya alam disuatu tempat dimana
masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses
pengelolaan sumber daya alam yang terkandung didalamnya (Nurmalasari, 2001). Di
Indonesia pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat sebenarnya telah ditetapkan
dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut secara tegas
menginginkan agar pelaksanaan penguasaan Negara atas sumber daya alam khususnya
sumber daya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus mampu mewujudkan
keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan masyarakat pesisir
serta memajukan desa-desa pantai.
- KEWENANGAN
DAERAH DI BIDANG KELAUTAN
Luas wilayah pesisir Indonesia dua per tiga dari
luas daratan dan garis pantainya 95.161 kilometer atau terpanjang kedua di
dunia (Muttaqiena dkk, 2009). Pada masa Orde Baru, pengaturan wilayah pesisir
dan laut lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dapat dilihat
pada Undang-Undang Nomor 24 1992 tentang Penataan RUang Pasal 9 ayat 2 dimana
dinyatakan bahwa wilayah lautan wilayah udara diatur secara terpusat menurut
undang-undang. Namun dimasa reformasi dengan kelahiran Undang-undang Nomor 22
tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota memiliki kewenangan
mengatur wilayah perairan yang ada di wilayahnya sejauh 4 mil dari garis
Pantai.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah Kabupaten dan
Kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal
10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan kewenangan daerah di
wilayah laut adalah :
- Eksplorasi,
eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah
laut tersebut
- Pengaturan
kepentingan administratif
- Pengaturan
ruang
- Penegakan
hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah
- Bantuan
penegakan keamanandan kedaulatan Negara.
Yang termasuk wilayah laut Daerah Propinsi adalah
sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai arah laut lepas dan
atau kearah perairan kepulauan. Sedangkan wilayah laut Daerah Kabupaten dan
Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Daerah Propinsi. Dengan memperhatikan
ketentuan tersebut maka daerah pesisir merupakan kewenangan dari Daerah
Kabupaten dan Kota.
Daerah pesisir sebagai transisi dari ekosistem
darat dengan ekosistem darat ekosistem alut berada dalam kewenagan daerah di
bidang kelautan. Sesuai dengan Undang-Undang 22/1999 yang menyatakan bahwa wilayah
laut dari Kabupaten/Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Propinsi berarti
sepanjang 4 (empat) mil laut dari garis pantai, maka wilayah pesisir berada
dalam kewenangan Daerah Kabupaten atau Kota setempat.
Selain itu juga diterbitkan Undang-Undang Nomor
2007 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sebagai Negara kepulauan, wilayah pesisir dimiliki oleh seluruh propinsi yang
ada di Indonesia. Berdasarkan data jumlah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia
pada tahun 2002, sebanyak 219 Kabupaten/Kota (68%) diantaranya memiliki wilayah
pesisir. Kabupaten/Kota di Indonesia masing-masing memiliki karakteristik fisik
wilayah pesisir yang satu sama lain berbeda didalam pengelolaan wilayah
pesisir. Akan tetapi hingga akhir 2004, perencanaan dan pengelolaan wilayah
pesisir baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah lebih banyak bersifat
sektoral (Muttaqiena dkk, 2009).
- PEMANFAATAN
DAN PENGELOLAAN POTENSI PESISIR DI DAERAH
Secara alamiah potensi pesisir di daerah
dimanfaatkan langsung oleh masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan
tersebut yang pada umumnya terdiri dari nelayan. Nelayan di pesisir
memanfaatkan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput laut, terumbu karang dan
sebagainya untuk memenuhi kebutukan hidupnya. Pada umumnya potensi pesisir dan
kelautan yang di manfaatkan oleh nelayan terbatas pada upaya pemenuhan
kebutuhan hidup.
Pemanfaatan potensi daerah pesisir secara
besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka
peningkatan pertumbuhan perekonomian rakyat belum banyak dilakukan. Pemanfaatan
pesisir untuk usaha ekonomi dalam skala besar baru dilakukan pada sebagian
Kabupaten dan Kota yang berada di daerah pesisir. Pada umumnya usaha ekonomi
pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak disektor pariwisata.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah,
Pemerintah Daerah berupaya untuk memanfaatkan potensi daerah pesisir ini untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disamping itu Pemerintah Daerah juga
memanfaatkan potensi daerah pesisir ini untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perekonomian masyarakat di daerah.
Mengingat kewenangan daerah untuk melakukan
pengelolaan bidang kelautan ang termasuk juga daerah pesisir masih merupakan
kewenangan baru bagi daerah maka pemanfaatan potensi daerah pesisir ini belum
sepenuhnya dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten atau kota yang berada di pesisir.
Jadi belum semua Kabupaten dan Kota yang memanfaatkan potensi daerah pesisir.
- PERMASALAHAN
PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN PESISIR
Pemanfatan dan pengelolaan daerah pesisir yang
dilakukan oleh masyarakat maupun daerah sebagian belum memenuhi ketentuan
pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kondisi dan kelestarian pesisir dan lingkungannya.
Penyebab degradasi kondisi daerah pesisir secara tidak langsung juga disebabkan
oleh pengelolaan sumber daya alam di hulu yang berpengaruh terhadap muara di
pesisir.
Kebijakan reklamasi yang tidak berdasarkan kepada
analisa dampak lingkungan pada beberapa daerah juga berpengaruh terhadap
ekosistem dipesisir. Perizinan
pengembangan usaha bagi kelangan dunia usaha selama ini sebagian besar menjadi
kewenangan pusat. Kadangkala dalam hal ini pemberian izin tersebut tanpa
memperhatikan kepentingan daerah dan masyarakat setempat.
Jika kita perhatikan berbagai permasalahan yang
timbul dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
- Pemanfaatan
dan pengelolaan daerah belum diatur dengan peraturan perundang-ungan yang
jelas, seingga daerah mengalami kesulitan dalam menetapkan sesuatu
kebijakan.
- Pemanfaatan
dan pengelolaan daerah pesisir cendrung bersifat sektoral, sehingga
kadangkala melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain.
- Pemanfatan
dan pengelolaan daerah pesisir belum memperhatikan konsep daerah pesisir
sebagai suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah
administratif pemerintahan, sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik
kepentingan antar daerah
- Kewenangan
daerah dalam rangka otonomi daerah belum dipahami secara komprehensif oleh
para stakeholders, sehingga pada setiap daerah dan setiap sector timbul
berbagai pemahaman dan penafsiran yang berbeda dalam pemanfaatan dan
pengelolaan daerah pesisir.
Menurut APKASI isu-isu penting yang perlu
segera diluruskan dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir ke depan
antara lain, yaitu :
- Adanya
kesan bahwa sebagian daerah melakukan pengkaplingan wilayah laut da
pantainya. Utuk itu perlu diterapkan oleh pusat pedoman bagi pelaksanaan
kewenangan daerah di bidang kelautan.
- Pemanfaatan
daearah terhadap daerah pesisir sebagai suatu kesatuan ekosisitem yang
tidak dibatasi oleh batas wilayah administrative pemerintahan.
- Pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir secara alami dan berkelanjutan.
- KEBIJAKAN,
STRATEGI DAN PERENCANAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR
Menteri Kimpraswil dalam Seminar Umum Dies Natalis
ITS ke-34 menyatakan beberapa kebijakan nasional yang terkait dengan
pengelolaan wilayah laut dan pesisir adalah sebagai berikut :
- Revitalisasi
kawasan berfunsi lindung, mencakup kawasan-kawasan lindung yang terdapat
di wilayah darat dan wilayah laut/pesisir, daalm rangka menjaga kualitas
lingkungan hidup sekaligus mengamankan kawasan pesisir dari ancaman
bencana alam. Salah satu factor penyebab berbagai permasalahan di wilayah
laut dan pesisir adalah hilangnya fungsi lindung kawasan-kawasan yang
seharusnya ditetapkan sebagai kawasan lindung, termasuk kawasan lindung di
wilayah daratan yang mengakibatkan pendangkalan perairan pesisir,
kerusakan padang lamun, dan kerusakan terumbu karang (coral bleaching).
- Pengembangan
ekonomi masyarakat pesisir berbasis potensi dan kondisi sosial budaya
setempat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan
sumber daya laut dan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Peningkatan
tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir merupakan salah satu kunci dalam
mengurangi tekanan terhadap ekosistem laut dan pesisir dari pemanfaatan
sumber daya yang tidak terkendali.
- Peningkatan
pelayanan jaingan prasarana wilayah untuk menunjang pengembangan ekonomi
di wilayah laut dan pesisir. Ketersediaan jaringan prasrana wilayah yang
memadai akan menunjang pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir secara
optimal serta menunjang fungsi pesisir sebagai simpul koleksi-distribusi
produk kegiatan ekonomi masyarakat.
Menurut Nurmalasari, strategi pengembangan
masyarakat pesisir dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, yang bersifat
struktural dan non structural. Pendekatan structural dalah pendekatan makro
yang menekankan pada penataan sisitem dan struktur sosial politik. Pendekatan
ini mengutamakan peranan instansi yang berwenang atau organisasi yang dibentuk
untuk pengelolaan pesisir laut. Dalam hal ini peranan masyarakat sangat penting
tetapi akan kurang kuat karena aspek struktural biasanya lebih efektif bila
dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kewenangan, paling tidak pada tahap
awal. Dilain pihak pendekatan non struktural adalah pendekatan yang subyektif.
Pendekatan ini mengutamakan pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka
meningkatkan kemampuan anggota masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan
dan persoalan pesisir laut. Kedua pendekatan tersebut harus saling melengkapi
dan dilaksanakan secara integratif.
Sasaran utama pendekatan structural adalah
tertatanya struktur dan sistem hubungan antara semua komponen dan system
kehidupan, baik di wilayah pesisir dan laut maupun komponen pendukung yang
terkait, termasuk komponen sosial, ekonomi dan fisik. Dengan penataan aspek
structural, diharapkan masyarakat mendapatkan kesempatan lebih luas untuk
memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Selain itu penataan
struktur dan sisitem hubungan sosial dan ekonomi tersebut diharapkan dapat
menciptakan peluang bagi masyarakat untuk ikut serta melindungi sumber daya
alam dari ancaman yang dating baik dari dalam maupun dari luar. Langkah ini
diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan masalah-masalah sosial dan
ekonomi yang utama yang selama ini secara terus-menerus menempatkan masyarakat
(lokal) pada posisi yang sulit.
Pendekatan subyektif atau non-struktural adalah
pendekatan yang menempatkan manusia sebagai subyek yang mempunyai keleluasaan
untuk berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya. Pendekatan tersebut
berasumsi bahwa masyarakat lokal dengan pengetahuan, keterampilan dan
kesadarannya dapat meningkatkan peranannya dalam perlindungan sumber daya alam
sekitarnya. Karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan peran masyarakat
lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan wilayah pesisir dan laut adalah
dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat untuk
ebrbuat sesuatu demi melindungi sumber daya alam. Pengetahuan dan keterampilan
tersebut tidak harus berkaitan langsung dengan upaya-upaya penanggulangan
maslah kerusakan sumber daya alam tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan
usaha ekonomi, terutama dalam rangka membekali masyarakat dengan usaha ekonomi
alternative sehingga tidak merusak lingkungan, antara lain yaitu :
- Peningkatan
pengetahuan dan wawasan lingkungan
- Pengembangan
keterampilan masyarakat
- Pengembangan
kapasitas masyarakat
- Pengembangan
kualitas diri
- Peningkatan
motivasi masyarakat untuk berperan serta
- Penggalian
dan pengembangan nilai tradisional masyarakat.
Konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus
pada karakteristik wilayah dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep
pengelolaan pengelolaan wilayah adalah kombinasi dari pembangunan adaptif,
terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial. Strategi dan kebijakan yang diambil didasarkan
pada karakteristik pantai, sumberdaya, dan kebutuhan pemanfaatannya. Oleh
karena itu dadalam proses perencanaan wilayah pesisir, dimungkinkan pengambilan
keputusan diarahkan pada pemeliharan untuk generasi yang akan dating
(pembangunan berkelanjutan). Idealnya, dalam sebuah proses pengelolaan kawasan
pesisir yang meliputi perencanaan, implementasi dan evaluasi, harua melibatkan
minimal tiga unsure yaitu ilmuawan, pemerintah, dan masyarakat. Proses alam
lingkungan pesisir dan perubahan ekologi hanya dapat dipahami oleh ilmuan dan
kemudian pemahaman tersebut menjadi basis pertimbangan bagi pemerintah untuk
melaksanakan program pembangunan yang menempatkan masyarakat pesisir sebagai
pelaku dan tujuan meningkatkan sosial ekonomi kawasan. .
Menurut Muttaqiena dkk, perencanaan pembangunan
pesisir secara terpadu harus memperhatikan tiga prinsip pembnagunan
berkelanjutan untuk pengelolaan wilayah pesisir yang dapat diuraikan sebagai
berikut ;
- Instrumen
ekonomi lingkungan telah menjadi bagian dari pengambilan keputusan, yang
memasukkan parameter lingkungan untuk melihat analisis biaya manafaat
(cost benefit analysis). Misalnya pembangunan pabrik di wilayah pesisir
harus memperhitungkan tingkat pencemarannya terhadap laut, perlunya
pengelolaan limbah ikan di Tempat Pelelangan Ikan, dan lain-lain.
- Isu
lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian
utama dalam pengambilan keputusan.
- Pembangunan
berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas hidup manusia pada saat
sekarang dan masa yang akan dating, termasuk didalamnya adalah sarana
pendidikan bagi masyarakat pesisir, penyediaan fasilitas kesehatan dan
sanitasi yang memadai, dan mitigasi bencana.
Strategi pengelolaan tersebut merupakan
upaya-upaya pemecahan masalah-masalah wilayah pesisir yang yang harus
dipecahkan melalui program-program pembangunan. Lebih lanjut lagi dapat
disimpulkan bahwa factor-faktor yang harus diperhatikan berkenaan dengan
program-program pengelolaan sumberdaya pesisir yaitu;
- Pemerintah
harus memiliki inisiatif dalam menanggapi berbagai permasalahan degradasi
sumberdaya yang terjadi dan konflik yang melibatkan banyak kepentingan.
- Batas
wilayah hukum secara geografis harus ditetapkan (meliputi wilayah perairan
dan wilayah darat)
- Dicirikan dengan integrasi dua atau lebih sektor, didasarkan pada pengakuan alam dan sistem pelayanan umum yang saling berhubungan dalam penggunaan pesisir dan lingkungan.
- KESIMPULAN
- Wilayah
pesisir memiliki nilai strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus merupakan wilayah yang
sangat rentan terhadap kerusakan dan perusakan. Oleh sebab itu diperlukan
pengelolaan yang bijaksana dengan menempatkan kepentingan ekonomi secara
proporsional dengan kepentingan lingkungan, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang.
- Pengelolaan
berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem pengelolaan
sumber daya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat tersebut
terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang
terkandung di dalamnya. Strategi pengembangan masyarakat dapat dilakukan
melalui dua pendekatan yatu, yang bersifat struktural dan non-struktural.
- Konsep
pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan berfokus pada
karakteristik ekositem pesisir yang bersangkutan, yan dikelola dengan memperhatikan
aspek parameter lingkungan, konservasi, dan kualitas hidup masyarakat,
yang selanjutnya diidentifikasi secara komprehensif dan terpadu melalui
kerjasama masyarakat, ilmuan da pemerintah, untuk menemukan
strategi-strategi pengelolaan pesisir yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Akil, Sjarifuddin. 2002. Kebijakan Kimpraswil
Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Makalah Rapat
Koordinasi Nasional Departemen Kelautan dan perikanan Tahun 2002.
Jakarta.Nurmalasari, Y. Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisr Berbasis
Masyarakat. www. Stmik-im.ac.id/userfiles/jurnal%20yessi.pdf.
Asosiasi Pemeritah Kabupaten Seluruh Indonesia
(APAKASI). 2001. Permasalahan dan Isu Pengelolaan dan Pemanfaatan Pesisir Di
Daerah. http://aplikasi.or.id/modules.php?name=news&files=article&sid=106.
Biliana Cincin-Sain dan Robert W. Knecht. 1998.
Integrated Coastal and Ocean Management Concepts dan Practices. Island Press.
Washington, DC.
Coztanza, R. 1991. Ecological economics: The
Science and Management of Sustainability. Columbia University Press. New York.
Depatemen Kelautan dan Perikanan. Pokok-Pokok
Pikiran Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Wilayah Pesisir (PWP).
DKP. 2008. Urgensi RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Atrikel on-line Dinas Kelautan dan Perikanan.
Haryandi. 2007. Pemberdayaan Masyarakat Terhadap
Pengelolaan
Lahan
Wilayah
Pesisir di Pantai Timur kabupaten Lampung Selatan. http://pustakailmiah.unila.ac.id./2009/07/06/pemberdayaan-masyarakatterhadap-pengelolaan-lahan-wilayah-pesisir-dipantaitimur-kabupatenlampung-selatanTimothy
Beatly, David J. Bower, dan Anna K. Schwab. 2002. An Introduction to Coastal
Zone Management. Island Press. Washington, DC.
Kay, R. dan Alder, J. 1999. Coastal Management and Planning. E & FN SPON.
New York.
La, An. 2008. Perencanaan Pengelolaan Wilayah
Pesisir Dengan Memenfaatkan Sistem Informasi Geografi dan Data Penginderaan
Jarak Jauh. http://mbojo.wordpress.com.
Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003.
Tinjauan Aspek Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Wilayah Laut dan Pesisir. Seminar Umum Dies Natalis ITS ke-34.
Surabaya. http://www.penataanruang.net/taru/makalah/men_prlautpesisir-TTS43.pdf..
Muttaqiena, dkk. 2009. Makalah Pengelolaan
Wilayah Pesisir Secara Berkelanjutan Pasca Tsunami Desember 2004. http://slideshare.net/abida/pengelolaan-pesisir.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia.
Wiyana, Adi. 2004. Faktor Berpengaruh Terhadap
Keberlanjutan Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T). http://rudyct.com/PPS702-ipb/07134/afi_wiyana.htm.
Komentar