Langsung ke konten utama

Pengelolaan Sampah


A.    Pengertian sampah
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb (SNI 19-2454-1991).
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuanperlakuan, baik karena telah sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada menfaatnya yang ditinjau dari segi social ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup (Hadiwiyoto, 1983).
B.     Timbulan Sampah
Kuantitas sampah yang dihasilkan suatu kota sangat tergantung dari jumlah penduduk dan aktifitas masyarakat yang ada di daerah tersebut. Kuantitas sampah dari pasar atau pertokoan tergantung dari luas bangunan dan jenis komoditi yang dijual oleh pasar tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Pemukiman yang bekerjasama dengan LPPM ITB pada tahun 1989, didapatkan laju timbulan sampah seperti tercantum dibawah ini, laju timbulan sampah kota diekivalensikan menjadi L/org/hari (perhitungan dilakukan pada sumber sampah). Menurut SNI 19-3964-1994, bila pengamatan lapangan belum tersedia, maka untuk menghitung besaran, sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah sebagai berikut :
1.      Satuan timbulan sampah pada kota besar : 2 – 2,5 L/org/hari atau 0,4 – 0,5 kg/org/hari.
2.      Satuan timbulan sampah pada kota sedang/kecil : 1,5 – 2 L/org/hari atau 0,3 – 0,4 kg/org/hari.
C.    Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara pengumpulan dari masing-masing sumber sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan sampah sementara, atau ke pengolahan sampah skala kawasan, atau langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui proses pemindahan. Cara pengambilan sampah dari wadah umumnya dilakukan secara :
1.      Langsung : kendaraan pengangkut mengambil sampah dan langsung dibawa ke tempat pengolahan.
2.      Tidak langsung : sampah diangkut dari wadahnya dengan gerobak pengangkutan sampah atau sejenisnya untuk terlebih dahulu dikumpulkan dan kemudian diambil oleh kendaraan pengangkut.
Faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan juga adalah jarak antara tempat tempat pengumpulan sementara. Jarak tersebut akan menentukan cara apa yang akan digunakan, apakah menggunakan kendaraan bermotor, gerobak, atau tenaga manusia.
D.     Pengangkutan Sampah
Pengangkutan sampah adalah proses memindahkan sampah dari suatu tempat atau berbagai tempat ke suatu lokasi pengumpulan sampah tersebut. Operasi pengangkutan yang ekonomis ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.      Dipilih rute yang sependek-pendeknya dan sedikit hambatan.
2.      Mempergunakan truck yang kapasitas daya angkutan maksimal yangmemungkinkan.
3.      Mempergunakan kendaraan yang hemat bahan bakar.
4.      Jumlah trip pengangkutan sebanyak mungkin dalam waktu yang diizinkan.
Jenis peralatan pengangkutan sampah adalah sebagai berikut :
1.      Truck biasa.
a.       Harga lebih murah dan peralatan relatif murah.
b.      Waktu operasi agak lama dan estetika kurang.
2.      Dump truck.
a.       Tidak banyak memerlukan tenaga terutama waktu penurunan, efektif dan efisien.
b.      Harga masih mahal, peralatan masih agak mahal.
3.      Truck container.
a.        Praktis dalam operasional, lebih bersih, sehat dan tidak banyak memerlukan tenaga operasional.
b.      Harga dan biaya operasional mahal.
c.       Dioperasionalkan pada jalan-jalan yang cukup besar.
Persyaratan untuk kendaraan pengangkutan sampah adalah :
a.        Sampah harus tertutup selama pengangkutan, minimal ditutup dengan jaring.
b.      Tinggi bak maksimum 1,6 m.
c.       Sebaiknya ada alat ungkit.
d.      Disesuaikan dengan kondisi jalan yang akan dilalui.
E.     Proses Pengelolaan Sampah
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan, yakni : pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Aboejoewono (1985) menggambarkan secara sederhana tahapan-tahapan dari proses kegiatan dalam pengelolaan sampah sebagai berikut :
1. Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong maupun tempat pembuangan sementara (TPS/Dipo). Untuk melakukan pengumpulan, umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu.
2. Tahapan pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir (TPA).
3. Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.
Pengelolaan sampah, terutama di kawasan perkotaan, dewasa ini dihadapkan kepada berbagai permasalahan yang cukup kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi tingginya laju timbulan sampah yang tinggi, kepedulian masyarakat (human behaviour) yang masih sangat rendah serta masalah pada kegiatan pembuangan akhir sampah (final disposal) yang selalu menimbulkan permasalahan tersendiri.
Manusia sesuai kodratnya diberikan kelebihan ilmu pengetahuan yang secara alami (instinctive) dapat muncul dengan sendirinya tergantung kepada kepekaan dalam menanggapi atau pun membaca fenomena alam dan kemudian menerjemahkan ke dalam dunia nyata sebagai tindakan nyata manusia. Manusia selalu diuji kepekaannya dalam menanggapi tanda-tanda alam, untuk itu manusia selalu meningkatkan kemampuan budaya, mulai dari budaya yang hanya sekedar untuk mempertahankan hidup hingga budaya untuk membuat rekayasa menciptakan lingkungan hidup yang nyaman, sejahtera, dan berkelanjutan.
F.      Teknik Pengolahan Sampah
Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990). Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah : dari rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.
Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali (Outerbridge, ed., 1991).
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir (Kartikawan, 2007) sebagai berikut :
1. Penimbulan sampah (solid waste generated)
Dari definisinya dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sampah itu tidak diproduksi, tetapi ditimbulkan (solid waste is generated, not produced). Oleh karena itu dalam menentukan metode penanganan yang tepat, penentuan besarnya timbulan sampah sangat ditentukan oleh jumlah pelaku dan jenis dan kegiatannya.
Idealnya, untuk mengetahui besarnya timbulan sampah yang terjadi, harus dilakukan dengan suatu studi. Tetapi untuk keperluan praktis, telah ditetapkan suatu standar yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum. Salah satunya adalah SK SNI S-04- 1993-03 tentang Spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang. Dimana besarnya timbulan sampah untuk kota sedang adalah sebesar 2,75-3,25 liter/orang/hari atau 0,7-0,8 kg/orang/hari.
2. Penanganan di tempat (on site handling)
Penanganan sampah pada sumbernya adalah semua perlakuan terhadap sampah yang dilakukan sebelum sampah di tempatkan di tempat pembuangan. Kegiatan ini bertolak dari kondisi di mana suatu material yang sudah dibuang atau tidak dibutuhkan, seringkali masih memiliki nilai ekonomis. Penanganan sampah ditempat, dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan sampah pada tahap selanjutnya.
Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi pemilahan (shorting), pemanfaatan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle). Tujuan utama dan kegiatan di tahap ini adalah untuk mereduksi besarnya timbulan sampah (reduce)
3. Pengumpulan (collecting)
Adalah kegiatan pengumpulan sampah dan sumbernya menuju ke lokasi TPS. Umunmya dilakukan dengan menggunakan gerobak dorong dan rumah-rumah menuju ke lokasi TPS.

4. Pengangkutan (transfer and transport)
Adalah kegiatan pemindahan sampah dan TPS menuju lokasi pembuangan pengolahan sampah atau lokasi pembuangan akhir.
5. Pengolahan (treatment)
Bergantung dari jenis dan komposisinya, sampah dapat diolah. Berbagai alternatif yang tersedia dalam pengolahan sampah, di antaranya adalah :
a. Transformasi fisik, meliputi pemisahan komponen sampah (shorting) dan pemadatan (compacting), yang tujuannya adalah mempermudah penyimpanan dan pengangkutan.
b. Pembakaran (incinerate), merupakan teknik pengolahan sampah yang dapat mengubah sampah menjadi bentuk gas, sehingga volumenya dapat berkurang hingga 90-95%. Meski merupakan teknik yang efektif, tetapi bukan merupakan teknik yang dianjurkan. Hal ini disebabkan karena teknik tersebut sangat berpotensi untuk menimbulkan pencemaran udara.
c. Pembuatan kompos (composting), Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan - bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea (Wied, 2004). Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun.
d. Energy recovery, yaitu tranformasi sampah menjadi energi, baik energi panas maupun energi listrik. Metode ini telah banyak dikembangkan di Negara-negara maju yaitu pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas ± 300 ton/hari dapat dilengkapi dengan pembangkit listrik sehingga energi listrik (± 96.000 MWH/tahun) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya proses pengelolaan.
6. Pembuangan akhir
Pada prinsipnya, pembuangan akhir sampah harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kelestarian lingkungan. Teknik yang saat ini dilakukan adalah dengan open dumping, di mana sampah yang ada hanya di tempatkan di tempat tertentu, hingga kapasitasnya tidak lagi memenuhi. Teknik ini sangat berpotensi untuk menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Teknik yang direkomendasikan adalah dengan sanitary landfill. Di mana pada lokasi TPA dilakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mengolah timbunan sampah.
Dewasa ini masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari semua fihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah. Seperti kita ketahui bersama bahwa sampah yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada lingkungan. Gangguan yang ditimbulkan meliputi bau, penyebaran penyakit hingga terganggunya estetika lingkungan. Beberapa permasalahan yang timbul dalam sistem penanganan sampah sistem yang terjadi selama ini adalah :
a. Dari segi pengumpulan sampah dirasa kurang efisien karena mulai dari sumber sampah sampai ke tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilah-pilah sehingga kalaupun akan diterapkan teknologi lanjutan berupa komposting maupun daur ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya sesuai dengan yang dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu.
b. Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya :
-          Perlu lahan yang besar bagi tempat pembuangan akhir sehingga hanya cocok bagi kota yang masih mempunyai banyak lahan yang tidak terpakai. bila kota menjadi semakin bertambah jumlah penduduknya, maka sampah akan menjadi semakin bertambah baik jumlah dan jenisnya. Hal ini akan semakin bertambah juga luasan lahan bagi TPA.
-          Dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit penyakit lain juga dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter yang pada akhirnya akan mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.
G.    Kerangka Analisis Sistem Pengelolaan Lingkungan
Salah satu isu penting dalam globalisasi adalah masalah lingkungan. Oleh karena itu, semua pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan secara proporsional. Perlindungan lingkungan hidup adalah suatu masalah yang harus dipertimbangkan dari aspek global. Masyarakat dunia telah bereaksi untuk turut serta memberikan kepedulian terhadap lingkungan melalui deklarasi yang dibuat oleh konferensi PBB di Stockholm pada bulan Juni 1972. deklarasi tersebut tentang perlindungan lingkungan dalam pencegahan pencemaran dan ajakan dalam usaha koordinasi ke seluruh dunia lewat partisipasi global tidak hanya negara-negara maju tetapi juga negara-negara berkembang.
Kedudukan pemerintah sangat strategis dalam hal memberikan perlindungan terhadap lingkungan seperti pembuatan kebijakan serta berperan untuk memfasilitasi dan mendorong gerakan kepedulian terhadap lingkungan. Keberadaan masyarakat juga sangat penting untuk turut serta berperan aktif menjaga, memelihara, dan melestarikan lingkungan. Karena segala dampak yang diakibatkan oleh lingkungan pihak masyarakatlah yang secara langsung merasakan.
Menurut Kimberly Sistem Pengelolaan Lingkungan (Environmental Management System / EMS) adalah bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang termasuk struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber-sumber untuk mengembangkan, melaksanakan, mencapai, mereview dan memelihara kebijaksanaan lingkungan yang berprinsip pada aktivitas PDCA (Plan - Do - Check - Action), sehingga elemen-elemen utama EMS akan mengikuti prinsip PDCA ini, yang dikembangkan menjadi enam prinsip dasar EMS, yaitu :
(1). Kebijakan (dan komitmen) lingkungan,
(2). Perencanaan,
(3). Penerapan dan Operasi,
(4). Pemeriksaan dan tindakan koreksi,
(5). Tinjauan manajemen, dan
(6).Penyempurnaan menerus.
Manfaat dari EMS diantaranya adalah untuk : meningkatkan kinerja lingkungan, mengurangi/ menghilangkan keluhan masyarakat terhadap dampak lingkungan, mencegah polusi dan melindungi sumber daya alam dan secara umum mampu mengurangi resiko.
Implementasi dari sistem pengelolaan lingkungan sebagai langkah dan strategi pengendalian penurunan (degradasi) kualitas lingkungan mendasarkan pada 3 unsur pokok atau sering disebut sebagai segitiga emas (golden triangle) yaitu unsur : EKONOMI, EKOLOGI dan MASYARAKAT. Dalam hubungan antar unsur-unsur yang terkandung dalam sistem sosial maupun dalam sistem alam terdapat beberapa proses yang terjadi sebagai berikut :
(1) Hubungan saling keterkaitan (interrelationships)
Unsur-unsur yang terkandung, baik dalam sistem sosial maupun dalam sistem alami saling berinteraksi satu sama lain masing-masing membentuk subsistem-subsistem kecil dalam skala lokalitas yang saling mempengaruhi. Subsistem yang mempunyai sifat dinamika tinggi juga berinteraksi dengan subsistem dari ekosistem lain melalui proses aliran energi dan materi dan melalui tukar-menukar ataupun perkawinan.
(2) Hubungan saling ketergantungan (independency)
Hubungan tersebut tidak hanya terbatas pada saling keterkaitan, namun juga saling ketergantungan antar subsistem, dan bukan yang mempunyai sifat dinamika tinggi, subsistem yang tidak banyak bergerak pun mempunyai hubungan saling ketergantungan. Keberadaan subsistem air dengan kualitas tertentu sangat dibutuhkan oleh subsistem-subsistem lain.
(3) Aliran energi, materi, dan informasi
Hasil pengelolaan sumberdaya ekosistem menghasilkan materi dan energi yang akhirnya kembali lagi ke manusia sebagai hasil pemanenan. Hasil peningkatan budaya untuk memperbaiki sistem pengelolaan lingkungan meningkatkan informasi begitu terus sistem peningkatan budaya sehingga terbentuk aliran informasi (perbaikan budaya sistem usaha).
(4) Proses Seleksi dan Adaptasi
Manusia dalam menghadapi kondisi lingkungan sejak zaman dulu hingga sekarang bersifat dinamik mengikuti kemajuan budaya dan teknologi yang dikuasai. Pada awalnya manusia sangat tergantung pada kondisi fisik lingkungannya, kemudian mampu mengadakan seleksi atau mencoba dengan cara adaptasi.
Agar dapat dilaksanakan secara efektif, sistem manajemen lingkungan harus mencakup beberapa unsur utama sebagai berikut:
a. Kebijakan Lingkungan : pernyataan tentang maksud kegiatan manajemen lingkungan dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapainya.
b. Perencanaan : mencakup identifikasi aspek lingkungan dan persyaratan peraturan lingkungan hidup yang bersesuaian, penentuan tujuan pencapaian dan program pengelolaan lingkungan.
c. Implementasi : mencakup struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, training, komunikasi, dokumentasi, kontrol dan tanggap darurat.
d. Pemeriksaan reguler dan Tindakan perbaikan : mencakup pemantauan, pengukuran dan audit.
e. Kajian manajemen : kajian tentang kesesuaian daan efektivitas sistem untuk mencapai tujuan dan perubahan yang terjadi diluar organisasi.
H.    Sistem Pengeolaan Sampah Terpadu Sebagai Implementasi Dari Sistem Pengelolaan Lingkungan
Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kota-kota di Indonesia, sebab apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan baik terhadap tanah, air dan udara. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap sampah. Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompleks dan rumit dengan semakin kompleksnya jenis maupun komposisi dari sampah sejalan dengan semakin majunya kebudayaan. Oleh karena itu penanganan sampah di perkotaan relatif lebih sulit dibanding sampah di desa-desa.
Masalah sampah sebenarnya tidak melulu terkait dengan TPA, seperti yang terjadi selama ini karena sistem manajemen sampah merupakan sistem yang terkait dengan dengan banyak pihak; mulai dari penghasil sampah (seperti rumah tangga, pasar, institusi, industri, dan lain-lain), pengelola (dan kontraktor), pembuat peraturan, sektor informal, maupun masyarakat yang terkena dampak pengelolaan sampah tersebut sehingga penyelesaiannya pun membutuhkan keterlibatan semua pihak terkait dan beragam pendekatan.
Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu adalah sistem manajemen yang mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah dengan pembangunan perkotaan, mempertimbangkan semua aspek terkait, seperti aspek ekonomi, lingkungan, sosial dan institusi, politik, keuangan dan aspek teknis secara simultan, serta memberi peluang bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan.
Sejalan dengan prinsip yang ada dalam sistem manajemen lingkungan (Environmental Management System / EMS) Wilayah cakupan sistem pengelolaan sampah terpadu ini mempunyai prinsip yang secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Perencanaan, Perumusan Kebijakan dan Manajemen
Pada wilayah ini mencakup beberapa aspek kegiatan yaitu : perencanaan strategis, kerangka peraturan dan kebijakan, partisipasi masyarakat, menajemen keuangan, pengembangan kapasitas institusi, serta penelitian dan pengembangan (termasuk di dalamnya pemeriksaan dan tindakan perbaikan).
Konsep rencana pengelolaan sampah perlu dibuat dengan tujuan untuk mengembangkan suatu sistem pengelolaan sampah yang modern, dapat diandalkan dan efisien dengan tehnologi yang ramah lingkungan. Dalam sistem tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta untuk berpartisipasi aktif. Pendekatan yang digunakan dalam konsep rencana pengelolaan sampah ini adalah “meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang dapat memenuhi tuntutan dalam paradigma baru pengelolaan sampah”. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mengubah cara pandang “sampah dari bencana menjadi berkah” (Murtadho dan Said, 1988). Hal ini penting karena pada hakikatnya pada timbunan sampah itu kadang-kadang masih mengandung komponen-komponen yang sangat bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi tinggi namun karena tercampur secara acak maka nilai ekonominya hilang dan bahkan sebaliknya malah menimbulkan bencana yang dapat membahayakan lingkungan hidup.
Dalam rencana pengelolaan sampah perlu adanya metode pengolahan sampah yang lebih baik, peningkatan peran serta dari lembaga-lembaga yang terkait dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sampah, meningkatkan pemberdayaan masyarakat, peningkatan aspek ekonomi yang mencakup upaya meningkatkan retribusi sampah dan mengurangi beban pendanaan pemerintah serta peningkatan aspek legal dalam pengelolaan sampah.
Sistem manajemen persampahan yang dikembangkan harus merupakan sistem manajemen yang berbasis pada masyarakat yang dimulai dari pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga. Para pemulung dapat ditingkatkan harkat dan martabatnya menjadi mitra tetap pada industri kecil pengolah bahan sampah menjadi bahan baku. Dana untuk membayar imbalan dari para pegawai/petugas yang terlibat dalam kebersihan kota dapat diperoleh dari : iuran warga (retribusi tetap dilakukan) ditambah dari hasil keuntungan dari pemrosesan bahan sampah.
Pemain dan partner dalam pengelolaan sampah, mulai dari pengguna jasa (rumah tangga, pasar, industri, organisasi), penyedia layanan kebersihan (RT/RW, pemerintah, perusahaan swasta), pendaur ulang (pemulung, pemilik lapak dan pabrik pengguna bahan daur ulang), dan produsen dan pengguna pupuk kompos, membuat masalah sampah bukan hanya menjadi urusan Dinas Kebersihan atau instansi lainnya di daerah, tapi menjadi urusan dan kepentingan semua pihak.
Secara riil pada aspek ini dapat dirumuskan program kerja yang akan dilaksanakan seperti :
a. Program Jangka Pendek (tahunan), meliputi :
- Optimalisasi pengoperasian TPA dan pembangunan TPA baru bila dibutuhkan;
- Pembangunan prasarana guna mengamankan lokasi calon TPA baru;
- Pembangunan incinerator skala kecil di kelurahan-kelurahan;
- Pengembangan program 3R (reuse, recycle, reduce);
- Pengolahan sampah terpadu dengan pendekatan zero waste;
- Penyusunan studi paradigma baru pengelolaan sampah dari cost center menjadi
profit center; dan
- Pelaksanaan kerjasama dengan pihak swasta, meliputi :
1. Pembangunan TPA dengan sistem sanitary landfill;
2. Pembangunan unit pengolahan sampah dengan sistem biomass product;
3. Pembangunan unit pengolahan sampah dengan sistem pirolisis; dan
4. Pembangunan unit pengolahan sampah dengan sistem ATAD.
b. Program Jangka Menengah (3 tahunan), meliputi :
-          Pelaksanaan program sinergis sampah dan pasir;
-          Pembangunan calon TPA sebagai lokasi pengolahan sampah dengan tehnologi tinggi yang dlengkapi dengan sistem sanitary lanfill;
-          Pelaksanaan pemilahan sampah di dalam kawasan atau tempat penampungan sementara (TPS);
-          Pelaksanaan kerjasama dengan pihak swasta lainnya dengan penekanan kepada tehnologi yang mengolah sampah organik dan pembangunan unit-unit daur ulang;
-          Pengembangan korporasi pengolahan sampah dan kerjasama antar daerah yang lebih luas;
-          Pelaksanaan evaluasi masterplan sampah pada daerah yang lebih luas/regional
-          Pelaksanaan kampanye massal mengenai 3R (reuse, recycle dan reduce) kepada masyarakat;
-          Pelaksanaan evaluasi terhadap kelembagaan instansi teknis pengelola sampah;
-          Pelaksanaan evaluasi total terhadap sistem pengelolaan retribusi sampah dalam rangka meningkatkan perolehan retribusi; dan
-          Penyusunan dan sosialisasi perangkat-perangkat hukum yang berkaitan dengan tata cara pengelolaan kebersihan.
c. Program Jangka Panjang (5 tahunan), meliputi :
-          Pendirian korporasi pengelola sampah antar daerah;
-          Pelaksanaan pemilahan sampah sejak di sumber sampah;
-          Pengembangan home composting di masyarakat;
-          Pengembangan incinerator skala besar;
-          Pengembangan kampanye massal mengenai 3R (reuse, recycle dan reduce)kepada masyarakat;
-          Pelaksanaan restrukturisasi instansi teknis pengelola sampah;
-          Pelaksanaan penegakan hukum secara tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran kebersihan; dan
2. Produksi
Untuk memenuhi target kebutuhan pelayanan pengelolaan sampah yang memadai pada masyarakat, perlu diciptakan iklim yang kondusif untuk menunjang peran serta masyarakat dan swasta. Sosialisasi konsep 3R (reduce, reuse and recycle) adalah target pertama yang dapat ditempuh. Diperlukan kampanye sadar kebersihan untuk mendorong masyarakat agar mau mengumpulkan sampah di tempatnya, bukan membuang sampah di tempatnya.
Konsep ini mendorong masyarakat untuk melakukan penanganan sampah di sumbernya, seperti pemilahan sarnpah dan pengemasan sampah dengan benar. Lebih jauh hal ini dimaksudkan untuk mendorong penerapan konsep reuse, atau penggunaan kembali komponen-komponen sampah yang masih memiliki nilai ekonomi. Baik oleh sumber sampah ataupun oleh pihak lain, misalnya pemulung.
Setiap rumah tangga memisahkan sampah mereka ke dalam tiga tempat (tong) sampah. Masing-masing diisi oleh sampah organik, anorganik yang dapat didaur ulang. Sampah plastik dikumpulkan kemudian dikirim ke industri yang mengolah sampah plastik. Demikian halnya sampah kertas dikumpulkan kemudian dikirim ke industri pengolah kertas. Sedangkan sampah organik disatukan untuk kemudian dikomposkan untuk digunakan sebagai pupuk pertanian. Industri pengolah bahan sampah menjadi bahan baku dibuat pada skala kawasan, bisa terdiri dari 1 kecamatan atau beberapa kecamatan. Hal ini untuk memangkas jalur transportasi agar menjadi lebih efisien.


3. Penanganan sampah
Menurut Daniel, dkk (1985) langkah-langkah yang dapat dilaksanakan dalam penentuan strategi penanganan sampah adalah berikut :
a. Inventarisasi program dan data
Membentuk suatu data base pengelolaan persampahan yang terpadu. Dilakukan dengan melakukan kajian yang mendalam tentang besarnya laju timbulan sampah yang terjadi sebagai dasar penentuan kebijakan pengelolaan sampah.
Idealnya setiap TPA harus memiliki jembatan timbang untuk memonitor laju timbulan sampah yang sebenarnya. Dalam jangka pendek, perhitungan laju timbulan sampah dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pihak dinas perhubungan dalam memanfaatkan jembatan timbang milik dinas perhubungan untuk memonitor sampah yang akan masuk ke TPA. Pada tahap selanjutnya, perlu dikaji lebih jauh komposisi dan karateristik sampah. Sehingga kemudian dapat ditentukan jenis pengolahan sampah yang dibutuhkan.
b. Penetapan Orientasi Pelayanan
Dengan mengalihkan kegiatan pengelolaan sampah dan murni dilakukan pemerintah, kepada suatu badan pengelola yang dibentuk khusus untuk melaksanakan tugas tersebut, diharapkan dapat dicapai perubahan orientasi pelayanan dan kegiatan pengelolaan persampahan. Kendala-kendala pembiayaan dan teknologi yang ada, dapat diubah menjadi kegiatan yang berorientasi kepada kemandirian dalam melaksanakan kegiatan. Dan pola ini diharapkan akan didapatkan suatu solusi optimal yang transparan.
Teknologi Pengolahan Sampah Terpadu menuju Zero Waste harus merupakan teknologi yang ramah lingkungan. Untuk tempat pembuangan akhir, dibagi menjadi tempat pembuangan tipe aman, tempat pembuangan terkontrol, tempat pembuangan terisolasi. Lebih lanjut, pembuangan sampah di TPA harus menggunakan metode sanitary landfill, sehingga kebutuhan lahan untuk TPA dapat dibatasi dan kelestarian lingkungan dapat dijaga dan keberlanjutan dari lokasi dimaksud dapat dipertanggungjawabkan (Sidik dan Sutanto, 1985).
I.       Penutup
Sampai sekarang, pengelolaan sampah di Indonesia masih menggunakan paradigma lama: kumpul–angkut–buang. Source reduction (reduksi mulai dari sumbernya) atau pemilahan sampah tidak pernah berjalan dengan baik. Meskipun telah ada upaya pengomposan dan daur ulang, tapi masih terbatas dan tidak sustainable. Pembakaran sampah dengan insinerator pun dianggap hanya memindahkan masalah ke pencemaran udara. Regulasi pengelolaan sampah pun masih diatur secara parsial dan sektoral, belum adanya Undang – undang yang dipahami secara integral yaitu keterkaitannya dengan aspek lain seperti tata ruang, sosial politik, kesehatan, kemiskinan, peluang usaha , investasi, ketenagakerjaan, teknologi dan lingkungan hidup.
Adanya sampah merupakan suatu konsekuensi dari aktifitas manusia, setiap aktifitas manusia pasti akan menyebabkan buangan atau sampah. Jumlah volume sampah akan berimbang dengan tingkat konsumsi kita terhadap material yang digunakan sehari hari. Demikian pula dengan jenis sampah sangat tergantung dengan material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pengelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari pengelolaan gaya hidup masyarakat.
Sistem pengelolaan sampah terpadu adalah sebuah sistem yang menerapkan prinsip dasar dari sistem manajemen lingkungan (Environmental Management System / EMS) akan dapat berjalan dengan baik jika mampu mengoptimalkan beberapa hal seperti : Keterlibatan stakeholders, Kesetaraan dan Kemitraan (Equal Partnership), Transparansi (Transparency), Kesetaraan Kewenangan (Sharing Power / Equal Powership), Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility), Pemberdayaan (Empowerment) dan Kerjasama (Cooperation).
sumber: dari beberapa website yang rangkum

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI LOKASI (PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)

1.Teori Klasik Menurut Reksohadiprojo-Karseno (1985)  Teori sewa dan lokasi tanah ,   pada dasarnya merupakan bagian dari teori mikro tentang alokasi dan penentuan harga-harga faktor produksi. Seperti halnya upah yang merupakan “harga” bagi jasa tenaga kerja, maka sewa tanah adalah harga atas jasa sewa tanah. David Ricardo , berpendapat bahwa penduduk akan tumbuh sedemikian rupa sehingga tanah-tanah yang tidak subur akan digunakan dalam proses produksi, dimana sudah tidak bermanfaat lagi bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang berada pada batas minimum kehidupan. Sehingga, “sewa tanah akan sama dengan penerimaan dikurangi harga faktor produksi bukan tanah di dalam persaingan sempurna dan akan proporsional dengan selisih kesuburan tanah tersebut atas tanah yang paling rendah tingkat kesuburannya. Berkenaan dengan kota, biasanya tingginya nilai tanah bukanlah tingkat kesuburan tanah tersebut, tetapi lebih sering dikaitkan dengan jarak atau letak tanah (Reksohadiprojo-Karseno, 1985:25).

standar perencanaan sarana

1 Fasilitas Perumahan Perumahan sebagai salah satu komponen pembentuk kota dengan batas wilayah/kawasan tertentu membentuk struktur tata ruang kota. Struktur ruang permukiman perkotaan terdiri dari beberapa kawasan dengan jumlah penduduk dan luasan tertentu membentuk satuan lingkungan permukiman kota yang mempunyai satu pusat pelayanan kota. Undang – undang NO. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, memuat beberapa pengertian mengenai perumahan dan permukiman (pasal 1), yaitu : 1)   Rumah   adalah tempat tinggal atau hunian yang digunakan manusia untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, tempat awal pengembangan penghidupan keluarga, dalam lingkungan yang sehat, aman dan teratur.

Profil program studi Teknik Planologi (Perencanaan wilayah dan Kota)

                Sebagai seorang mahasiswa planologi saya menyadari bahwa pengetahuan masyarakat mengenai program studi / jurusan ini sangat kurang, khususnya bagi para calon – calon mahasiswa yang sedang mencari jurusan untuk melanjutkan studinya .          Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama Teknik Planologi, merupakan salah satu program studi di UIN Alauddin Makassar, berdiri pada tahun 2006 silam. PWK adalah program studi yang berkaitan dengan berbagai bidang ilmu yang lain, baik ilmu keteknikan maupun sosial ekonomi.